Madura Gelap Gulita Lima Jam
Jangkar Kapal Putuskan Kabel Bawah Laut PLN
Peristiwa yang menggegerkan warga Madura itu berawal ketika KM Kirana 3 yang berlayar dari Sampit (Kalimantan Tengah) menuju Surabaya, akan memasuki Pelabuhan Tanjung Perak sekitar pukul 22.00 WIB.
Ketika menjelang perairan Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS), kapal itu – yang mengangkut 200 penumpang dan 40 unit kendaraan termasuk truk – tidak dipandu oleh petugas pandu. Padahal, untuk masuk ke APBS yang alurnya sempit, harus menggunakan jasa pandu. Kapal milik PT Dharma Lautan Utama (DLU) itu hanya dipandu jalannya lewat radio komunikasi.
Saat itu, arus di perairan APBS cukup kuat sehingga kecepatan kapal diturunkan jadi separonya oleh nakhoda Subandrio dari kecepatan semula. Meski demikian, kapal masih melaju cukup kencang akibat kuatnya arus itu. Bahkan, ketika mesin kapal kemudian dimatikan, kapal masih berjalan sekitar 8 knot.
Kapal pun terseret hingga ke kawasan Buoy 6. Di kawasan itu ada dua rambu lampu kuning sebagai peringatan bahaya. Rambu lampu kuning I untuk mewaspadai adanya pipa gas bawah laut milik Kodeco, dan rambu lampu kuning II untuk peringatan adanya kabel bawah laut milik PLN.
Menurut Administrator Pelabuhan (Adpel) Tanjung Perak, Cholik Kirom, setelah melintas rambu I, nakhoda beranggapan bahwa kondisi sudah aman. Karena melihat kapal masih terbawa arus, jangkar pun ia turunkan dengan harapan supaya kapal tidak melaju terus. Tetapi, masih saja kapal tak mau berhenti, yang artinya jangkar juga ikut terseret.
“Nah, ternyata di situ masih ada rambu lampu kuning II untuk peringatan adanya kabel listrik bawah laut. Akhirnya, jangkar itu nyantol kabel tersebut, tertarik dan kemudian putus,” ungkap Cholik, Selasa (5/1).
Yang terputus itu adalah kabel utama bawah laut PLN yang melintasi APBS. Ada dua kabel di situ, yakni kabel utama dan kabel cadangan yang letaknya bersebelahan. Listrik yang dialirkan ke Madura lewat kabel tersebut berasal dari PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) di Gresik.
Sebenarnya, tatkala nakhoda berbicara melalui radio komunikasi dengan petugas radar, dia sudah diingatkan supaya tidak lego jangkar karena masih ada satu rambu lampu kuning lagi. Namun peringatan itu tidak diindahkan nakhoda.
“Mungkin nakhoda beranggapan kondisinya sudah aman sehingga lego jangkar,” tuturnya. Cholik menduga, kabel yang ada di dasar laut itu tidak ditanam sesuai standar oleh kontraktor yang mengerjakan. Pasalnya, sedimentasi di dasar laut berbeda-beda. Ada yang tanahnya lunak dan ada yang keras seperti karang. Kemungkinan kabel listrik yang terseret itu itu hanya dilewatkan di bagian-bagian karang, tidak ditanam di bawahnya.
“Mungkin kabel hanya ditempatkan di karang dan kemudian diuruk dengan bebatuan. Bisa jadi, karena alasan biaya mahal jika kabel ditanam di bawahnya,” jelasnya. Namun, keterangan lain menyebutkan, kabel itu ditanam antara 2-4 meter di bawah dasar laut.
Putusnya kabel di dasar laut ini merupakan peristiwa yang kelima di APBS. Tiga berakibat fatal, dan dua peristiwa hanya kecil dampaknya. Penyebabnya sama karena terseret jangkar.
Dalam peristiwa kemarin, delapan kru kapal di antaranya nakhoda Subiantoro dan tujuh ABK (Anak Buah Kapal) diperiksa Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Syahbandar Tanjung Perak untuk mengetahui kesalahan.
“Kapal masih dipersilakan jalan untuk kepentingan masyarakat. Tapi kru kapal kan bisa diganti dengan yang lain,” paparnya.
Siapa yang bersalah
Adpel masih belum bisa memastikan. “Semua masih dalam penyidikan. Tunggu satu sampai dua hari sudah kelar. Yang jelas, dari pihak pelayaran punya itikad baik untuk ikut menyelesaikan,” ungkapnya.
Secara terpisah, Direktur Utama PT DLU Bambang Harjo mengatakan, pihaknya saat ini masih menunggu hasil pemeriksaan dan investigasi oleh Adpel Tanjung Perak. “Jika hasil investigasi sudah ada, baru kami akan memberikan tanggapan,” tegasnya
Sementara itu, Kepala Humas PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III, Iwan Sabatini menuturkan, kapal sekelas KM Kirana 3 yang masuk ke APBS tidak harus dipandu karena ukurannya kecil. Selama ini, tugas memandu merupakan kewenangan instansi di bawah PT Pelindo III.
Menurut Iwan, yang perlu perhatian di APBS ada lima persoalan. Pertama, perairan di APBS dangkal. Kedalamannya sekitar 9 meter. Ke depan perairan itu akan dikeruk hingga mencapai kedalaman 12 meter.
Kedua, adanya pemasangan pipa gas Kodeco. Pipa gas itu melintang di alur dan harus segera dipindahkan.
Ketiga, ada 20-an bangkai kapal yang belum ditarik di alur APBS. Posisinya memang tidak di tengah alur tetapi di tepi. Namun, bangkai kapal itu bisa mengganggu kapal yang akan berlabuh.
Keempat, kabel listrik bawah laut. Penanaman kabel itu seharusnya 12 meter di bawah permukaan, tapi kabel itu tertanam sekitar 2 sampai 4 meter saja. Kelima, alur pelayaran di Buoy 6 dan 7 itu sempit dan harus dilebarkan. Bagian kiri kanan harus dikeruk supaya kapal besar bisa bersimpangan saat melintas. Selama ini, jika ada kapal besar yang melintas harus berhenti salah satu.
“Ke depan alur itu akan dikeruk. Tapi kalau dikeruk, nasib pipa gas dan kabel listrik bagaimana,” ucap Iwan dengan nada tanya.
Di tempat terpisah, Manager PT PLN Penyaluran dan Pusat Pengatur Beban (P3B) Jawa Bali untuk Region Jatim dan Bali, Asep Burhan mengatakan, butuh waktu sekitar 45 hari sampai dengan 2 bulan untuk melakukan perbaikan sampai penyaluran kembali listrik setelah rusaknya kabel listrik bawah laut itu.
Saat ini, P3B masih melakukan proses administrasi serta penyusunan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) terkait kejadian yang sempat memadamkan listrik di 4 kabupaten di Madura itu. “Jadi kami belum melakukan apa-apa, juga belum tahu seberapa parah kerusakannya,” kata Asep, Selasa (5/1).
Ia menjelaskan, pemasangan kabel listrik bawah laut tersebut sudah sesuai dengan standar internasional. Namun, diakui Asep bahwa kabel bawah laut rawan putus terkena jangkar kapal. Sebab, kabel itu memang tergelar di alur padat lalu lintas kapal.
Kabel bawah laut yang ada di Selat Madura saat ini berjumlah 2 sirkuit, yang masing-masing berkapasitas 100 MW. Jaringan kabel ini mampu menyuplai kebutuhan sekitar 500.000 pelanggan listrik di 4 kabupaten di Madura, dengan beban puncak mencapai 130 MW.
Dengan satu kabel terputus, satu lagi kabel bawah laut sebagai cadangan akan difungsikan maksimal. Suplai setrum ke Madura akan ditambah pula dari PLTG (Pembangkit Listrik Tenaga Gas) di Gili Timur yang berkapasitas 2×30 MW.
Meski telah teratasi sementara, lanjut Asep, namun pasokan listrik di Madura masih rawan. Sebab, satu-satunya kabel cadangan yang berfungsi tidak cukup bisa diandalkan.
Padamnya listrik selama 7 jam pada malam dan dinihari di Madura terdampak terhadap kondisi keamanan di beberada desa di Sumenep.
Ketika listrik padam, terjadi tiga kasus pencurian sapi di Desa Lenteng Barat dan Desa Batu Putih Utara. “Kami mendengar tadi malam tiga warga kehilangan sapi, yang ditaruh di kandang belakang rumahnya. Selama ini kandang sapi diberi penerangan lampu listrik. Nah saat padam itu, sapi warga dicuri,” kata Aditio, warga Desa Lenteng Barat. (mif/dio/uji/riv/sin/st32)
Sumber: Surya, Rabu, 6 Januari 2010
Labels: gelap, kabel laut, listrik, madura, peristiwa, pln, putus
0 Comments:
Post a Comment
<< Home