Sampang Kelelep, Aktivitas Lumpuh

Jalur lalin penghubung Bangkalan-Pamekasan dialihkan


SP/ACHMAD HAIRUDIN
Bencana banjir tahunan kembali menerjang Sampang. Luapan air tersebut mengakibatkan jalur lalin menuju Pamekasan terputus. Hingga Minggu pagi tadi, air belum surut (8/4)

Lagi, Kota Sampang kedatangan tamu tak diundang yang berasal dari luapan Kali Kemuning hingga mengakibatkan sebagian kota yang terletak di dataran rendah itu kelelep terendam banjir, Minggu (8/4). Akibat genangan air yang mencapai ketinggian lebih dari dari 1,5 meter itu membuat aktivitas warga lumpuh total, karena akses jalan terputus tidak dapat dilalui kendaraan.

Arus lalu lintas yang menghubungkan Pamekasan atau sebaliknya ke Bangkalan, terpaksa dialihkan melalui jalan alternatif yang aman dari terjangan banjir. Sedangkan akses jalan yang menghubungkan Kec. Omben dan Sampang bahkan lumpuh total, karena tidak ada jalan alternatif yang menghubungkan dua wilayah tersebut.

Banjir yang mengepung kota Sampang itu, merupakan paling tinggi selama kurun beberapa bulan terakhir ini. Sejumlah Kelurahan dan desa yang diterjang banjir, paling parah terletak di Kelurahan Gunung Sekar, Kelurahan Dalpenang dan sebagian Kelurahan Rongtengah, serta Desa Kemoning, Pasean, Panggung dan Gunung Maddah, berubah mirip lautan karena merendam rumah penduduk setempat.

Tak hanya memutuskan arus lalu lintas, banjir yang mulai terjadi sejak Sabtu dini hari itu, juga menghambat kegiatan belajar mengajar para siswa. Beberapa sekolah yang tergenang seperti SDN Panggung, SDN Pasean, SDN Delpenang, SDN Gunung Madeh, SMPN 6 serta SMKN 1 Sampang terpaksa harus diliburkan.

Kekecewaan terhadap sikap Pemkab yang terkesan kurang tanggap dalam menangani masalah banjir disampaikan, Mohammad Hasan Jailani, aktivis lingkungan hidup yang juga anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Sampang. Dia menilai Pemkab terkesan kurang optimal dalam menangani masalah bencana banjir tersebut. Karena program kegiatan yang dilaksanakan dinas terkait masih parsial, sehingga menimbulkan kesan proyek oriented.

"Problem banjir mulai dari zaman baheula sampai sekarang belum pernah ada pembicaraan serius antar eksekutif dengan legislatif. Padahal, dampak ekonomi serta sosial yang dirasakan masyarakat cukup tinggi," ungkap Hasan Jailani.

Berbagai kerugian diderita masyarakat, papar dia, misalnya, tanaman padi rusak karena terendam air, para pedagang berkurang pemasukannya karena dagangannya tidak laku. Siswa yang tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar (KBM), karena sekolahnya terpaksa ditutup. Belum termasuk korban jiwa yang tewas akibat terseret arus banjir yang sangat deras. Serta kerusakan infrastruktur jalan karena tergerus pusaran air bah.

"Apakah masalah banjir tersebut hanya bisa diatasi dengan sekedar memberikan bantuan nasi bungkus berisi lauk mie instan, tahu dan telor ditambah sambal yang diberikan kepada penduduk yang tertimpa bencana banjir. Atau cukup dengan melakukan sidak para pejabat dengan 'tolah toleh' memandangi rumah warga yang terendam banjir?" tanyanya dengan nada kecewa.

Dari pantauan di lapangan, ketinggian air hingga Minggu (8/4) dini hari belum ada tanda-tanda akan surut. Sehingga warga yang terendam rumahnya, harus bermalam di atas atap genteng sambil menjaga barang-barangnya agar tidak dijarah orang. Keesokan paginya, apabila air sudah surut, mereka masih disibukkan dengan membersihkan kotoran lumpur yang mengendap didalam rumahnya, serta mengatur kembali perabotan yang diungsikan.

"Entah sampai kapan kami terbebas dari banjir," keluh Roni, warga Jl. Kenari, Kelurahan Dalpenang. (rud)

Sumber: Surabaya Post, Minggu, 08/04/2012

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home