Warga Sapeken Butuh Lembaga Perbankan


Warga Kecamatan Sapeken, Kabupaten Sumenep, Madura sudah lama membutuhkan lembaga perbankan seiring dengan tingginya sirkulasi keuangan yang beredar di masyarakat setempat. Tokoh masyarakat Sapeken, Nur Asyur memprediksi, perputaran uang saat panen rumput laut dan panen ikan bisa mencapai ratusan miliar dalam sebulan.

"Di saat musim panen, uang beredar itu bisa mencapai Rp 8 miliar dalam sepekan. Belum termasuk yang melakukan transaksi ke daerah Banyuwangi dan Bali, semisal belanja sembilan bahan pokok dan kebutuhan bangunan lainnya. Belum termasuk peredaran uang ditingkat pengepul ikan kerapu dan kerang," kata Nur Asyur yang juga anggota DPRD Sumenep, Kamis (23/2).

Kebutuhan terhadap lembaga per-bank-kan, kata dia, sudah lama diidamkan. Bahkan, pihaknya sempat melakukan komunikasi dengan salah satu lembaga per-bank-kan hingga ke perwakilan Jawa Timur di Surabaya. Namun, sampai saat ini belum ada respon.

"Warga Sapeken itu sangat membutuhkan lembaga per-bank-kan," ujarnya.

Legislator PKS ini memprediksi, lembaga perbank-kan tidak akan rugi bila membuka unit. Sebab, aktivitas masyarakat yang bersentuhan dengan uang sangat tinggi. Mereka juga ketakutan untuk membawa uang dalam jumlah besar, selain harus melalui perjalanan laut yang membutuhkan 6 jam dari Bali, juga resikonnya sangat tinggi.

"Jadi, perputaran uang dan kebutuhan masyarakat sangat tinggi, sehingga kehadiran lembaga perbank-kan itu memang sangat dibutuhkan," katanya.

Persoalan lain yang dihadapi masyarakat Sapeken, yakni banyaknya rentenir yang mencekik masyarakat kelas ekonomi rendah. Bunga pinjaman yang diberlakukan tidak lagi pada level 10 sampai 15 persen. Melainkan mencapai 30 sampai 50 persen.

"Bunga ditingkat peminjam swasta itu sudah tidak bisa ditoleransi," terangnya.

Dampak dari bunga yang tinggi itu, kata dia, banyak masyarakat yang terlilit hutang dan tidak mampu bayar, sehingga menjadi persoalan tersendiri bagi kehidupan keluarganya. Bahkan, ada yang berantakan karena terlilit hutang sama rentenir.

"Kehidupan masyarakat Sapeken itu nyaris dikuasai rentenir," ujarnya.

Sementara, Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Bhakti Sumekar Sumenep, Novi Sudjatmiko mengatakan, pemerintah daerah sangat merespon keinginan masyarakat kepulauan soal adanya lembaga per-bank-kan.

"BPRS yang notabene milik pemerintah daerah, tahun ini sudah memprogramkan pembukaan kantor kas di 2 pulau, yakni Sapeken dan Pulau Masalembu," terangnya.

Dia menjelaskan, proses pembukaan kantor kas (istilah yang digunakan diinternal BPRS) membutuhkan waktu. Selain harus persetujuan Bank Indonesia (BI), juga harus melakukan survie terlebih dahulu, baik yang menyangkut keamanan maupun lokasi.

"Dalam waktu dekat ini, kami bersama konsultan akan turun kepulau. Kalau yang ke BI sudah melaporkan dan diminta hasil survie dilapangan," katanya.

Untuk membuka kantor kas baru, kata dia, minimal bisa memutar dana Rp 500 juta per bulan dengan catatan ada produk gadai emas. Pengalaman selama ini, untuk sebuah kantor kas ada yang sudah mampu memutar dana sebesar Rp2 miliar sampai Rp3 miliar dalam sebulan dan sudah ada produk gadai emas.

"Saya optimis, untuk kepulauan itu juga bisa memutar uang yang akan mampu menghidupi sebuah kantor kas," ungkapnya.

Sampai saat ini, BPRS sudah memiliki 8 kantor kas dan tersebar di 8 kecamatan daratan. Pada tahun ini, juga akan mengembangkan 3 kantor kas untuk daratan dan 2 di Pulau Sapeken dan Masalembu. (md2)

Sumber: Surabaya Post, Kamis, 23/02/2012

Labels: , , , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home