UKM Madura Dalam Jawa Timur Fair 2008

Batik Madura Berkompetisi dengan Batik Jawa

Rangkaian memeringati Hari Jadi Provinsi Jawa Timur, Pemprov Jatim kembali mengadakan kegiatan yang melibatkan puluhan unit kecil dan menengah (UKM) dari seluruh Jatim. Tak ketinggalan UKM-UKM yang berasal dari Madura juga terlibat dalam acara yang diklaim sebagai pameran terbesar potensi lokal di kawasan Indonesia timur itu.

TANGGAL 19-23 November 2008 menjadi ajang perkenalan UKM se-Jatim untuk menampilkan hasil usaha mereka pada publik. Bahkan, di antara puluhan UKM yang terlibat, terlihat pula UKM yang sengaja datang dari Kalimantan dan luar Jatim untuk memamerkan benda-benda yang menjadi potensi lokal masing-masing.

Untuk mengikuti Jatim Fair 2008 ini, setiap UKM harus melalui seleksi ketat. Mulai dari tata administrasi hingga layak tidaknya hasil usaha mereka diperkenalkan pada publik. Tak heran, pameran yang diadakan di gedung yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani ini cukup ramai pengunjung. Benda-benda yang dipamerkan pun bukan hasil kerajinan yang asal jadi. Seluruhnya memiliki kualitas yang bisa dibilang "berkualitas dan bernilai jual".

Berkeliling di dalam gedung, sedikitnya ada 3 stan yang memajang batik Madura. Dari kartu identitas yang menempel di sekitar stan, ketiga pemilik UKM yang bergerak di bidang batik tulis itu berasal dari Bangkalan, Sampang dan Pamekasan. Hanya UKM batik dari Sumenep saja yang tidak tampak dalam pameran tersebut.

Bukan hanya batik dari Madura, UKM batik tulis dari Sidoarjo, Pekalongan dan banyak lagi daerah lain juga menghadirkan batik khas daerahnya. Di hari kedua Jatim Fair 2008 ini, pengunjung sudah berdatangan dari seluruh Surabaya dan kabupaten kota terdekatnya. Batik Madura masih menjadi perhatian karena corak dan warnanya yang memiliki ciri tersendiri dan sangat khas.

"Kita di sini sebenarnya sedang bersaing memerkenalkan hasil usaha batik dengan UKM-UKM yang ada di Jawa. Meski ini bukan yang pertama, saya sangat senang bisa terlibat. Sebab, ada seleksinya," ujar Sahroni, pengrajin sekaligus pemilik UKM batik dari Kecamatan Tanjung Bumi Bangkalan.

Ditambahkan, keikutsertaannya dalam pameran-pameran dimulai sejak tahun 2000. Kegiatan pameran menurut dia sagat membantu untuk memerkenalkan batik Tanjung Bumi yang sudah terkenal sejak dulu.

Dalam kesempatan tersebut, Sahroni membawa kurang lebih 150 lembar kain batik untuk dipamerkan. Seluruhnya dia buat dan dapatkan dari para perajin batik home industry yang ada di Tanjung Bumi. Meski tak banyak, dia juga membawa batik kuno yang jika dijual harganya bisa mencapai Rp 5 juta. "Ini batik kuno mas, kalau dijual harganya sekitar 5 juta-an. Yang lain batik-batik baru yang saya dapatkan dari perajin di Tanjung Bumi," terangnya sambil memerlihatkan jenis batik kuno koleksinya.

Dia mengungapkan, dalam sebulan terakhir sudah ada 2 pameran yang dia ikuti. Tak tanggung-tanggung, 13 November lalu dia ikut rombongan pameran batik ke Los Angles (LA), Amerika Serikat. Keikutsertaannya ke LA merupakan kelanjutan dari peran sertanya di pameran yang diadakan di Jakarta. "Luar biasa bantuan pemerintah untuk menduniakan batik. Saya termasuk yang sangat beruntung karena batik Tanjung Bumi bisa menembus pasar di sedikitnya 3 negara bagian Amerika. Los Angles, Washington DC dan New York," jelasnya.

Satu stan untuk kerajinan batik dipercayakan pada 2 UKM. Dalam stan yang sama, ada Abdul Ghofur yang juga perajin dan pemilik UKM batik dari Pamekasan. Keikutsertaannya dalam pemeran-pameran batik juga dimulai sejak tahun 2000. Pertama kali ke luar Madura, dia memamerkan batik koleksinya di Pekan Raya Jakarta (PRJ). Batik dengan model klasik dan kontemporer menjadi andalannya.

"Dari Madura kebanyakan orang suka yang jenis klasik. Sebab, jenis kontemporer tak jauh berbeda dengan batik-batik dari Jawa. Jadi, kalau yang suka asli Madura pasti memilih batik klasik," ujar pria yang akrab disapa Ghofur ini.

Perbedaan antara batik kontemporer dan klasik terletak di warna dan corak motifnya. Pada jenis kontemporer warna dan corak motifnya lebih variatif dibanding jenis klasik yang lebih sederhana. Namun, warna dan corak motif batik klasik sangat memerlihatkan karakter kemaduraannya dan berbeda dengan batik dari daerah lain. "Itulah alasan mengapa batik klasik Madura lebih banyak disukai hampir di mana pun saya ikut pameran," tandasnya.

Kegiatan pameran lain yang rutin Ghofur ikuti adalah gebyar tahunan di Jakarta Convention Centre (JCC) yang diadakan setiap tahun di bulan April. Batik-batik dari Pamekasan selalu dia boyong ke acara tersebut untuk mencari pasar baru dan menghidupkan home industry yang memasok lembaran-lembaran batik ke UKM miliknya.

Keduanya mengakui sama-sama berangkat ke pameran-pameran hasil usaha dan potensi daerah berkat bantuan pemerintah daerahnya. Hanya, berbeda dengan Ghofur yang berangkat dan mendapat bayak bantuan dari pemerintah kabupaten, Sahroni justru lebih banyak dibantu oleh pemerintah provinsi. (NUR RAHMAD AKHIRULLAH)

Sumber: Jawa Timur, Sabtu, 22 November 2008

Baca juga:
Picu Semangat Berkarya
Batik Kontemporer dan Tiga Dimensi

0 Comments:

Post a Comment

<< Home