Pemilik Sumur Bensin Tolak Jual Lahan

Diam-Diam Dijual Rp 3.000/Liter

Setelah hasil uji laboratorium Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pusat menyebutkan bahwa kandungan minyak yang keluar dari sumur warga di Dusun Karang, Desa Mandala, Kecamatan Rubaru, Sumenep adalah bensin atau premium murni, pemiliknya pun mulai pasang target. Selain tidak mau menjual lahannya itu ke pemerintah, pemilik lahan diam-diam menjual hasil minyak di dalam sumur itu ke warga Rp 3.000 per liter. Sebab, ketika minyak itu dipakai sebagai bahan bakar sepeda motor, ternyata kendaraan bisa berfungsi normal.

Hal itu terungkap ketika Surya bertandang ke sumur milik Sutamar (bukan Sutarman seperti berita sebelumnya, -Red), Rabu (20/8). Kepastian lahannya tak akan dijual kepada pemerintah, diungkapkan oleh Ahmad Huseini, anak Sutamar, selaku ahli warisnya. Dia lebih sreg bila lahannya hanya dikontrakkan kepada siapa saja yang akan mengelola lahan minyak tersebut.

"Hasil keputusan keluarga, tanah ini tak akan dijual. Karena tanah ukuran100 x 60 meter itu satu-satunya peninggalan turun temurun dan satu-satunya tanah milik keluarga," kata Huseini. Selama ini, lanjutnya, lahan itu menjadi penopang kehidupan keluarganya.

Di atas lahan ini dia bercocok tanam mulai jagung, ketela pohon, dan tembakau. "Keluarga kami tidak punya lahan lain yang bisa menghidupi kami, selain tanah itu. Jadi terus terang, saya keberatan bila ini kami jual," lanjutnya.

Meskipun tak akan dijual, namun Heseini mempersilakan jika Pemkab Sumenep mengeksploitasi kandungan minyak yang ada di sumurnya. "Kalau nantinya mau dieksploitasi, kami hanya berharap pemerintah daerah memikirkan nasib keluarga besar kami", katanya. Huseini mengakui, sejak sumur itu mengeluarkan bensin, pihaknya terpaksa menjual hasil penampungan minyak yang mengalir dari dinding sumur itu kepada warga, kendati sumur itu telah diberi garis polisi (police line). Hal itu dilakukan demi menopang kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari.

Dikatakan, warga yang membutuhkan hingga 1 liter, Huseini menjualnya dengan harga Rp 3.000. "Terus terang ini kami lakukan, karena waktu menggali sumur dulu juga banyak mengeluarkan biaya hingga Rp 2 juta," tuturnya. Sejauh ini, rata-rata selama 12 jam, sumur tersebut mampu menghasilkan premium sebanyak 10 liter.

Dikatakan, warga membeli minyak itu antara lain untuk bahan bakar mesin penggilingan jagung atau untuk bensin sepeda motor. "Beberapa kali diujicobakan ke sepeda motor, hasilnya sangat bagus dan mesinnya juga tidak rusak," imbuh Huseini yang dibenarkan oleh kerabat lainnya.

Hal sama diakui Kepala Desa Mandala, Mudellir, bahwa minyak mentah yang keluar dari sumur milik Sutamar itu bisa dimanfaatkan sebagai BBM. Minyak mentah itu sudah digunakan sebagai BBM kendaraan bermotor atau mesin berbahan bakar premium.

Namun, warga belum berani memanfaatkan untuk kompor sebagai pengganti minyak tanah, karena minyak mentah tersebut bersifat "keras". "Kalau didekatkan dengan api, minyak mentah yang keluar dari sumur warga kami itu langsung menyala dan gampang terbakar. Makanya, kami mengganggap minyak mentah itu sebagai bensin", katanya.

Sumur Peninggalan Belanda

Perkembangan terbaru menyebutkan bahwa di sekitar ditemukannya sumur minyak milik Sutamar, 60, juga terdapat sumur tua peninggalan Belanda yang konon juga mengeluarkan minyak dan saat ini ditutup karena takut membahayakan lingkungannya. Jaraknya sekitar 300 meter dari sumur milik Sutamar.

Hal itu disampaikan Kepala Kantor ESDM Sumenep Drs Moh Fadhilah MM, Rabu (20/8). Menurutnya, sumur tua yang sudah ditutup itu diyakini masih berisi minyak mentah sejenis temuan di sumur milik Sutamar namun hingga kini belum dibuka.

"Konon sumur tua itu oleh Belanda diberi nama blok Mandala 1. Termasuk juga adanya dua sumur yang digali warga namun bukan minyak tetapi mengeluarkan cairan kental sejenis aspal," ujar Fadhilah.

Selian itu, masih di kawasan blok Mandala 1, lanjut Fadhilah, di sekitar daerah itu juga ada dua sumur minyak yang sempat digali pemerintah Belanda, namun tidak berlanjut ke proses eksploitasi. Dua sumur itu berada di Desa Gunung Gembar, Kecamatan Manding, Sumenep.

"Walaupun tidak ada kaitannya, namun dengan ditemukannya beberapa sumur yang mengeluarkan minyak, aspal, dan bekas sumur Belanda itu, maka menunjukkan di daerah itu adalah ladang minyak. Tetapi itu masih perlu survei," lanjutnya.

Karena itu, pihaknya akan bekerjasama dengan Pemprov Jatim untuk upaya lanjutan. Jika benar bisa dieksploitasi, maka bisa menambah pendapatan daerah Sumenep dan bisa bermanfaat untuk masyarakat.

Sementara itu, geolog dari Fakultas Teknik Sipil Institut Teknologi 10 Nopember (ITS) Surabaya Ir Amien Widodo MSi menjelaskan, kondisi yang terjadi di sumur milik Sutamar tersebut biasa disebut seepage, yaitu rembesan minyak di permukaan bumi layaknya mata air.

Gejala ini muncul karena daratan tempat sumur digali berupa lipatan antiklin. Akumulasi minyak dan gas bumi biasanya ada pada struktur lipatan antiklin ini. Minyak memiliki sifat migrasi, bergerak ke atas karena berat jenisnya lebih kecil dibanding air. Jadi, minyak lebih mudah mengambang. "Bila ada air dan minyak dalam satu lapisan tanah, minyak akan berada di bagian atas. Sebab, air menekan minyak tersebut," katanya, Rabu.

Dikatakan, daratan Jatim memang memiliki kandungan minyak tinggi. Menurut Amien, lokasi itu memanjang dari Sumenep hingga Cepu. Surabaya juga termasuk area kaya minyak.

"Sekitar tahun 1980-1990an, minyak pernah keluar dari tanah di area SMA Dr Soetomo," ujar Amien. Namun, mungkin sekarang tidak keluar lagi karena tekanan air berkurang. Karena kandungan air di sana juga sudah tidak ada lagi atau kering. st2/ida

Sumber: Surya, Thursday, 21 August 2008

0 Comments:

Post a Comment

<< Home