PT Garam Tetap Tolak Permintaan Petani

Sumenep, Jawa Pos - Kemelut panjang lahan pegaraman antara PT Garam Persero dengan petani garam, tampaknya sulit diselesaikan. Pasalnya, masing-masing pihak tetap mempertahankan pendiriannya. Bahkan, pertemuan segitiga antara PT Garam, petani yang diwakili Yayasan Tanah Leluhur (YTL), dan Bakorwil IV di Pamekasan beberapa waktu lalu tidak menghasilkan apa-apa alias deaclock.


Kepada sejumlah wartawan saat jumpa pers di gedung Wisma Garam di Kalianget, kemarin, Kuasa Hukum PT Garam Wiyono Subagyo SH mengkui jika beberapa kali pertemuan segi tiga itu mengalami deadlock. "Memang dalam pertemuan itu, kita akui deadlock. Karena apa yang diinginkan kelompok petani yang diwakili YTL dengan kita tidak bisa ketemu dalam sebuah kesepakatan. Karena masing-masing berpegang pada pendiriannya," ujarnya.


Dalam pertemuan itu, lanjutnya, petani garam mengajukan permintaan kepada perusahaan untuk menggarap semua lahan yang dikuasai oleh PT Garam dan perusahaan hanya menerima hasilnya. Menurutnya, hal ini sangat mustahil dapat dikabulkan.


Sebenarnya, kata Wiyono, perusahaan sudah beretikad untuk menyelesaikan masalah ini. Bahkan, lanjutnya, jauh sebelum YTL lahir, PT Garam telah melakukan langkah-langkah kerjasama dengan masyarakat melalui program ramah lingkungan.


Program itu, jelas Wiyono, melibatkan penduduk sekitar untuk diikutsertakan di dalam proses pembuatan garam. Di samping tenaga, PT Garam juga juga memberikan 400 hektare lahan non produktif untuk di redistribusikan penggarapannya kepada eks pemilik yang dulu dibebaskan.


Kemudian juga, di musim penghujan PT Garam juga memberikan kurang lebih 1000 hektar kepada penduduk sekitar untuk dikelola. "Itu sampai hari ini terus berlangsung. Rupaya ini tidak pernah dilihat dan dianggap kita tidak punya etikad baik," katanya.


Menurutnya, PT Garam tidak dapat mengabulkan permintaan petani untuk menyerahkan seluruh lahan. Karena PT Garam oleh pemegang saham dalam hal ini pemerintah, masih dibebani untuk memberikan keuntungan kepada negara. "Kita (PT Garam, Red.) punya prinsip dan acuan dari pemegang saham, jangan sampai (kesepakatan dengan petani) mengganggu proses produksi," tegasnya. Dengan begitu, PT Garam akan tetap mempertahankan lahan tersebut.


Karena itu PT Garam hanya akan memberikan sebagian tanah untuk dikelola petani. Menurutnya, tanah yang masih mungkin di redistribusikan kepada petani hanya 10 hektar untuk Sumenep, Pamekasan seluas 78 hektar, dan Sampang 45 hektar.


Selain itu, PT Garam juga bekerjasama dengan Pelaba seluas 108 hektar dan Al Jihad seluas 190 hektar. "Kita sudah punya etikad baik, kita sudah berusaha mencari solusi yang paling baik," tegasnya. Wiyono merasa, selama ini PT Garam menjadi objek yang disalahkan. "Kita selalu hadir dalam pertemuan dan jadi objek, tapi kita diam. Karena menghargai. Walaupun saya sendiri dongkol, seakan-akan kita ini tidak ada benarnya. Di sisi lain, mereka membutuhkan konsep kerjasama," kesalnya.


Jika PT Garam harus mengikuti semua keinginan petani garam, maka tegas Wiyono, PT Garam bisa gulung tikar. "Ya kita bisa gulung tikar. Kecuali yang memerintahkan pemegang saham, kita tidak akan menolak. Kita hanya sebagai operator, pemiliknya pemegang saham," paparnya.


Soal rencana YTL akan mendesak Gubernur Jawa Timur untuk membatalkan sertifikat pengelolaan lahan garam se Madura, Wiyono mengatakan hal itu sangat sulit dilakukan. Diungkapkan, pada awal reformasi, keberadaan sertifikat itu pernah dimintakan kajian BPN pusat. Dari kajian itu, terangnya, prosedur dan peruntukan lahan garam tersebut sudah tepat. Jika harus ada pembatalan, maka tegasnya, yang paling berat adalah gubernur. Karena permohonan itu bukan hanya di atas meja, tapi pengukuran di lapangan dengan melibatkan unsur yang ada.


Hal senada juga dikatakan Kabag Hukum PT Garam Farid Zahid SH yang mendampingi Wiyono. Dia mengatakan, selama ini PT Garam telah berniat baik dengan selalu mengikuti pertemuan penyelesaian sengketa lahan pegaraman. Baik di tingkat kabupaten, provinsi, dan pusat.


Namun, jika tuntutan YTL masih tetap, yaitu meminta penggarapan seluruh lahan pegaraman, PT Garam tidak bisa mengabulkan. Kecuali, ada perintah dari pemegang saham. (zr)


Sumber: Jawa Pos, Sabtu, 12 Mei 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home