PT Garam Bantah Dianggap Keberatan Libatkan Petani

Sumenep, Jawa Pos - PT Garam ternyata tidak mau dianggap keberatan untuk menyerahkan lahan pegaraman miliknya untuk digarap petani setempat. Dalihnya, sejak beberapa tahun lalu, PT Garam telah melakukan kemitraan dengan ratusan petani untuk menggarap sebagian lahan pegaramannya.


"Kita memang tidak mungkin menyerahkan semua lahan pegaraman untuk digarap oleh petani," tandas Kabag Hukum PT Garam Moh Farid Zahid. Kemarin, Farid juga mengaku, dalam forum pertemuan di Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV Madura pada awal Maret lalu, pihaknya hanya menyiapkan 10 hektare lahan pegaraman non produktif untuk digarap petani di Sumenep; 78 hektare di Pamekasan; dan 43 hektare di Sampang.


"Itu tawaran final dalam rangka melibatkan petani untuk memproduksi garam. Tapi, sebenarnya, jauh hari sebelumnya, kita telah melibatkan petani di lingkungan sekitar," ujarnya.


Lahan pegaraman produktif dalam kacamata PT Garam adalah satu kesatuan lahan yang merupakan bagian dari proses produksi garam. Sedang produksi garam bagi PT Garam adalah amanat yang diberikan negara. "Jadi, kita tidak mungkin menyerahkan lahan pegaraman yang merupakan satu kesatuan itu untuk digarap petani. Sebab, jati diri keberadaan dan bisnis PT Garam adalah memproduksi garam nasional," tegasnya melalui telepon.


Farid mengungkapkan, angka-angka luas lahan pegaraman yang ditawarkan PT Garam dalam forum di Badan Koordinasi Wilayah adalah lahan pegaraman di luar satu kesatuan proses produksi garam. "Dalam konteks internal kita, lahan-lahan pegaraman itu yang disebut lahan non produktif. Tapi, sebenarnya, lahan pegaraman itu masih bisa difungsikan untuk memproduksi garam. Hanya saja lokasinya yang berada di luar satu-kesatuan proses produksi," tuturnya.


Farid juga membantah tudingan PT Garam keberatan lahan pegaramannya digarap oleh petani. Dalihnya, sejak beberapa tahun lalu, PT Garam telah melakukan kemitraan dengan petani di lingkungan sekitar. "Untuk Sumenep, sekitar 390 hektare lebih lahan pegaraman milik kita yang digarap oleh sedikitnya 400 petani untuk memproduksi garam di musim kemarau. Kita ini telah melibatkan petani untuk menggarap lahan pegaraman," tukasnya.


Usulan agar PT Garam melakukan bagi hasil dengan petani sebagai bentuk kerjasama sinergis? Farid menegaskan, pihaknya tidak akan mengotak-atik lahan pegaraman yang merupakan satu kesatuan proses produksi garam. Pasalnya, PT Garam mengemban tugas dari negara untuk memproduksi garam. "Kalau bagi hasil kan sama saja mengotak-atik lahan pegaraman produktif kita. Itu tidak bisa," pungkasnya mantap.


Seperti diberitakan, upaya mediasi yang dilakukan Badan Kordinasi Wilayah IV Madura atas munculnya rekomendasi Komisi II DPR RI tertanggal 27 September 2006 lalu, ternyata belum selesai. Rencananya, dalam waktu dekat, Bakorwil menggelar pertemuan kembali untuk membahas dan menuntaskan realisasi dari poin-poin rekomendasi Komisi II DPR. Utamanya, pada poin petani garam dilibatkan atau diberikan hak garap untuk memproduksi garam.


Kepala Bakorwil IV Madura H Makmun Dasuki menjelaskan, pihaknya memang diberi mandat oleh Gubernur Jatim H Imam Utomo agar menggelar pertemuan dengan Pemkab se-Madura (kecuali Bangkalan); PT Garam; dan petani garam untuk membahas realisasi dari rekomendasi dari Komisi II DPR RI. "Awal Maret lalu, kita telah duduk bersama. Tapi, pertemuan itu memang belum membuahkan hasil," terangnya di Sumenep (17/4).


Dalam pertemuan di awal Maret itu, lanjut Makmun, PT Garam ternyata hanya akan memberikan "secuil" lahan pegaraman untuk digarap oleh petani garam se-Madura. Rinciannya: hak garap bagi petani di Sumenep hanya seluas 10 hektare; 78 hektare di Pamekasan; dan 48 hektare di Sampang. "PT Garam secara prinsip agak keberatan menyerahkan lahan pegaramannya untuk digarap para petani," tukasnya pada koran ini.


Makmun juga mengungkapkan, pihaknya sebenarnya mengusulkan sebuah solusi yang lebih bernuansa adat. Yakni: pengelolaan lahan pegaraman milik PT Garam menggunakan sistem paron dan pertelon (Madura, Red) alias bagi hasil. "Kalau paron itu, petani yang menggarap termasuk membiayai proses produksi garam dan hasilnya dibagi dua dengan PT Garam. Saya menilai ini win-win solution," paparnya panjang lebar. (yat)


Sumber, Jawa Pos, Sabtu, 21 Apr 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home