Pekerjaan Rumah Pasca Kongres Kebudayaan Madura

Bawa Amanah 39 Rekomedasi, Gagas Kongres Bahasa Madura


Tuntas sudah Kongres Kebudayaan Madura. Tapi, bukan berarti perkerjaan sudah tuntas juga. Justru, pasca kongres banyak pekerjaan dan amanah yang mesti dilakukan. Ada 39 rekomendasi yang perlu dintindaklanjuti dari hasil-hasil pembahasan di 4 komisi dalam kongres.


Secara umum, kongres yang berlangsung selama 3 hari ini (9-11 Maret) ini bisa dibilang sukses. Baik gelaran seni dari 4 kabupaten di Madura, juga kongres itu sendiri. Cuaca pun bersahabat. Selama pelaksaan kongres, hujan yang sebelumnya turun di Kota Sumenep, pada saat kongres hujan enggan turun. Jadi, tidak mengganggu jalannya pertemuan para budayawan, seniman, pelaku dan pemerhati budaya, dan eleman lainnya yang hadir dalam kongres.


Beberapa pakar tentang kebudayaan Madura didatangkan untuk berbicara di kongres. Seperti Huub de Jonge, antropolog asal Belanda. Dia sangat respons dengan pelaksanaan kongres dan berada di arena hingga akhir. "Sebagai seorang antropolog, saya tentunya tertarik pada semua kebudayaan tanpa kecuali. Jadi, saya merasa wajar bila tertarik pada budaya Madura," katanya kepada koran ini.


Suku Madura di Indonesia, kata dia, adalah suku ketiga terbesar di Indonesia. Tapi, sayangnya, tulisan atau literatur tentang orang dan budaya Madura itu sangat sedikit. "Saya merasa bisa sangat menikmati berada di tengah-tengah orang Madura (Prenduan, Red) tanpa ada kekhawatiran, kok. Begitu juga dengan istri saya yang ikut selama melakukan penelitian. Jadi, kita akrab dan merasa enjoy berada di Prenduan (1969-1972)," ujarnya.


Ada juga Prof Dr Ir Mien A. Rifai. Peneliti senior LIPI asal Sumenep yang saat kongres me-launching bukunya Manusia Madura ini membeberkan tentang hasil penelitian terhadap orang Madura. Dalam makalahnya dia menyebutkan; sejarah memang membuktikan bahwa kelompok etnis Madura termasuk salah satu suku bangsa Indonesia yang tahan bantingan zaman. Mereka memunyai kemampuan adaptasi dan toleransi yang tinggi terhadap perubahan, keuletan kerja tak tertandingi, dan keteguhan berpegang pada asas falsafah hidup yang diyakininya. Walaupun diberikan dengan nada sinis, selanjutnya diakui juga bahwa orang Madura memiliki keberanian, kepetualangan, kelurusan, kesetiaan, kerajinan, kehematan (yang terkadang mengarah ke kepelitan), keceriaan, dan rasa humor yang khas.


Akan tetapi ditambahkan pula bahwa sekalipun memiliki jiwa wirausaha, mereka jarang mau mengambil risiko yang tidak diperlukan, sehingga sedikit sekali pengusaha Madura yang terdengar jatuh pailit namun kecil pula kemungkinan bagi mereka untuk tumbuh besar sampai menjadi konglomerat. Rata-rata orang Madura lalu dianggap tidak berjiwa pioner yang mau maju di garis terdepan yang belum dirambah orang, sebab mereka sangat percaya pada kemapanan tatanan yang tertib dan teratur rapi.


Sebagai akibat stereotip yang serba bertentangan tersebut, lalu timbul anggapan bahwa orang Madura tidak mau berprakarsa, berjiwa statis, dan menolak dibawa maju, apalagi berindustri yang sarat pengetahuan, ilmu, dan teknologi, serta rekayasa. Sebagai bukti ditunjukkan bahwa dari dulu penampilan wanda atau fisiognomi Pulau Madura tetap saja seperti sekarang-sangat terbelakang bila dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur yang tampak semakin berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.


Sementara Dr A. Latief Wiyata mengupas tentang karakter orang Madura yang dibilang keras. Antropolog Madura ini mengawali dengan pertanyaan; Benarkah Orang Madura Keras? Menurut Latief, itu tidak semuanya benar. "Mungkin, perlu diubah bahwa orang Madura yang disebut keras itu menjadi tegas," katanya.


Selain pakar, kongres juga menghadirkan para pelaku dan pemerhati kesenian Madura. Seperti M. Hasan Sastra dengan makalahnya Pesona Kesenian Etnik Madura Di antara Etnik Lainnya. Menurut dia, tak dapat dipungkiri lagi dan mungkin bisa dirasakan bahwa ragam budaya, bahasa serta kesenian yang lapernah lahir di Bumi Madura ini juga mempunyai nilai yang tinggi, spesifik, dan syarat dengan pesona. Seni batik Madura, ragam ukiran-ukiran Madura, serta kesenian rakyat Madura yang bernama kerraban sape bukan lagi dikenal di tanah kelahirannya saja. Tetapi sampai orang mancanegara datang untuk melihat, meneliti, mengoleksi, memakai, atau hanya sekedar memajang di rumah-rumah mereka. Itu bagian karya adiluhung yang syarat dengan pesona yang ada di Madura.


Selain tentang seni-budaya, juga dibahas soal pendidikan dan pesantren. Kongres menghadirkan Prof Syukur Ghazali dan Prof Aminuddin Kasdi. Kedua pakar pendidikan yang memang asli Madura ini mengaku ikut peduli dengan perkembangan pendidikan Madura.


Tak kalah pentingnya adalah masalah pesantren. Sebab, Madura dikenal dengan pesantrenya yang tersebra hampir di seluruh pulau. Mau tidak mau, maka tradisi pesantren banyak mempengaruhi budaya dan prilaku orang Madura. Dalam masalah pesantren ini, kongres menghadirkan KH Muhammad Idris Jauhari. Pengasuh Ponpes Al Amien, Prenduan, Sumenep, ini menyampaikan makalah tentang Pesantren, antara Tadisional dan Modern (Format Pendidikan yang Ideal untuk Masyarakat Madura).


Masalah yang paling menyedot perhatian peserta kongres adalah tetang Bahasa Madura. Karena dianggap sangat penting, maka dalam rekomendasi hasil konres disepakati untuk segera digelar Kongres Bahasa Madura. Kemungkinan, kongres ini akan digelar di Pamekasan.


Setelah berseminar ria, dilanjutkan dengan pembahasan di komisi-komisi. Dari sidang komisi ini, diharapkan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi cerdas untuk ditindaklanjuti pasca kongres. Komisi-komisi yang dibentuk adalah Komisi Manusia dan Budaya Madura; Komisi Pendidikan dan Pesantren; Komisi Kesenian Daerah, dan Komisi Bahasa Madura. Hingga kemudian keluar 39 rekomendasi dari keempat komisi tersebut.


Selain seminar dan diskusi, arena kongres dimeriahkan dengan gelaran seni dari 4 kebupaten di Madura. Juga ada pameran makanan tradisonal, pameran foto, dan pameran keris. Kongres Kebudayaan yang digelar oleh Said Abdullah Institute, Radar Madura, dan Ngadek Sodek Parjuge (NSP) Sumenep yang berakhir kemarin bisa dintindaklanjuti demi kemajuan kebudayaan Madura. (tim)


Sumber: Jawa Pos, 12/03/2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home