Madura Harus Dilihat Utuh

Huub de Jonge: Memang Ada Sebagian yang Kasar


Sumenep, Kompas – Kebudayaan Madura harus dilihat secara utuh, dan tidak dinilai dari satu sudut pandang saja. Selama ini Madura selalu didekatkan dengan pencitraan kasar, keras, dan pemikiran terbeolakang. Padahal, semua itu tidak selamanya sesuai dengan fakta. Pulau Madura juga memiliki budaya yang berragam dan berbeda di setiap daerahnya.


Hal itu mengemuka hampir pada setiap sesi dalam Kongres Kebudayaan Madura di Sumenep. Kongres berlangsung selama tiga hari di Hotel Utami dan berakhir Minggu (11/03). Selain forum seminar dan dialog, diadakan pula pagelaran kesenian Madura pada malam hari. Mien Ahmad Rifai dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Ilmu yang juga budayawan Maadura mengemukakan bahwa masyarakat selalu menilai orang Madura sebagai pribadi yang kasar dan sulit untuk maju. Ini membuat banyak orang enggan mengunjungi Madura untuk melihat kekayaan yang ada di pulau berpenduduk sekitar 3.250.000 jiwa itu.


"Masyarakat tidak pernah menilai orang Madura memiliki etos kerja tinggi, gigih, dan ulet. Mereka bekerja apa pun selama itu halal dalam Islam. Modal ini bisa disumbangkan untuk membangun Indonesia baru," ujar Mien, yang memaparkan materi tentang manusia Madura.


Mengenai kurangnya pengenalan budaya Madura secara utuh kepada masyarakat luas, menurut Mien, hal itu sebenarnya sudah terjadi sejak zaman kolonial. Pada zaman penjajahan, masyarakat Madura dimanfaatkan oleh Belanda untuk memorak porandakan Kerajaan Mataram di Jawa dan berbagai pertempuran lain. Masyarakat Madura juga pernah diisolasikan oleh Belanda pada akhir abad ke-19.


Pengajar Antropologi Asia Tenggara dari Universitas Radboud di Nijmegen, Belanda, Huub de Jonge, menjelaskan bahwa stereotip negatif yang disandingkan untuk masyarakat Madura ini sebenarnya hanya dicirikan oleh sebagian orang yang kemudian digeneralisasikan. Pencitraan itu akibat kurangnya perhatian dan pengertian suku-suku lain terhadap budaya dan manusia Madura. "Memang ada sebagian yang kasar, tetapi itu tidak semua," ucap pria yang pernah meneliti Madura 10 bulan (1976-1977) itu. Dia juga menjelaskan, Madura memiliki ragam budaya yang belum tergali. Kebudayaan yang ada di pesisir akan berbeda dengan yang ada di pedalaman, begitu juga dengan budaya pantai utara dan selatan Madura.


Budayawan Madura D. Zawawi Imron menegaskan, Kongres Kebudayaan Madura yang baru pertama kali dilaksanakan itu diharapkan mampu merevitalisasi nillai-nilai lama yang terkandung dalam budaya Madura. Tidak hanya meningkatkan taraf pendidikan Madura, melainkan juga mengembangkan kesenian Madura agar lebih dikenal oleh masyarakat luas. Dengan demikian, Madura tidak dikenal hanya dari pencitraan negatif tadi. (ABS)


Sumber: Kompas, 12/03/07

0 Comments:

Post a Comment

<< Home