Kongres Kebudayaan Madura Ingkari Sejarah

Pamekasan, Surabaya Post – Kongres Kebudayaan Madura yang diselenggarakan di Sumenep, Jumat (09/03) sampai Minggu (11/03), dinilai mengingkari sejarah kehidupan Madura. Sebab, dalam kongres yang diikuti peserta dari empat kabupaten di Madura itu, tidak banyak melibatkan kiai atau ulama Madura. Padahal, peran ulama sangat besar dalam pembangunan moralitas masyarakat Madura.


Koordinator Korp Alumni HMI (KAHMI) Koordinasi Madura, A. Fauzan Elva, menilai tanpa banyak melibatkan ulama Madura, maka Kongres Kebudayaan Madura yang salah satu agendanya untuk memformulasikan kembali kebudayaan Madura, akan menjadikan kegiatan ini menjadi a-historis alias mengingkari sejarah."Kehidupan masyarakat Madura tidak bisa lepas dari peran ulama," katanya, Sabtu (10/03).


Lulusan Fakultas Ekonomi Unibraw ini menilai, peranan ulama di Madura sangat besar, baik dari sejarah perjuangan kemerdekaan hingga mengisi pembangunan. Pada era perjuangan kemerdekaan banyak ulama atau kiai Madura meninggal jadi syuhadak di medan perang. Pada saat mengisi pembangunan ulama lagi amat besar peranannya dengan pondok pesantrennya.


"Dalam pembentukan buadaya Madura, peran ulama banyak terlibat. Nah, mengapa pada kongres kali ini kok tidak banyak dilibatkan. Saya lihat dalam undangan untuk Pamekasan tidak ada kiai dari kalangan pondok pesantren. Apakah keberadaan mereka tidak pernah berarti dalam membangun budaya Madura," tanya dia.


Sementara itu, Ketua Panitia Kongres Kebudayaan Madura, Yanuar Herwanto, membantah kalau kongres itu tidak melibatkan ulama. Menurut dia sejumlah kiai berpengaruh sudah diundang dan aktif ddalam sidang-sidang komisi yang membahas tentang pendidikan dan sastra keagamaan. "Memang terbatas, tidak bisa mengundang ulama se Madura yang banyak, namun sudah perwakilan KH Idris Jauhari dari Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep," katanya.


Dia menambahkan, kongres yang pertama digelar ini semula direncanakan akan menghadirkan 100 peserta. Ternyata permintaan banyak, akhirnya membludak menjadi 250 peserta. Mereka berasal dari elemen mahasiswa, perguruan tinggi, pesantren, pemerintah kabupaten se Madura, tokoh masyarakat Madura di daerah tapal kuda Jawa Timur, dan sejumlah tokoh masyarakat Madura di rantau. (mat)


Sumber: Surabaya Post, 10/03/07

0 Comments:

Post a Comment

<< Home