Merubah Mindset, Menggenjot Pembangunan

Bupati mengakui, pekerjaan paling berat selama diberi tanggung jawab memimpin Sampang, adalah merubah pola pikir dan prilaku masyarakat, untuk diajak berpikir realistis dan menciptakan rasa memiliki dalam membangun serta menjaga daerahnya. (Ahmad Hairudin)

“Namun secara pelan-pelan mindset itu saya ubah melalui berbagai pendekatan secara kekeluargaan dan membangun komunikasi politik dengan berbagai pihak. Dengan harapan masyarakat bisa berpikir lebih rasional dan lebih maju. Ibaratnya tidak seperti katak dalam tempurung," kata Noer Tjahja.

Meski tidak mudah, tapi berbagai sektor mulai dibenahi untuk mengejar ketertinggalan tersebut. Karena sejak awal memimpin, rupanya dia menyadari betul jika semua unsur-unsur yang menjadi indikator kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan kesejahteraan masyarakat sangat jauh tertinggal di bandingkan dengan daerah lainnya di Jawa Timur.

Menurut dia, pembangunan SDM tidak kalah penting sebagai penunjang program-program yang tengah digalakkan pemerintah. Untuk itu dia mencoba menjadi pelopor pembangunan Sekolah Politeknik pertama di Madura dengan mengandeng ITS. Terwujudnya sekolah ini atas bantuan dari Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh.

“Pengembangan pendidikan politeknik yang tengah saya kembangkan itu merupakan sebuah embrio yang kelak akan melahirkan ahli-ahli sesuai dengan disiplin ilmu yang mereka miliki. Setelah lulus dapat membangun daerahnya, untuk itu saya membuat program Madura Profesional Education Center (MPEC) bekerjasama dengan ITS," jelasnya.

Tidak hanya itu, berkat kerja kerasnya dalam mempromosikan Sampang ke luar daerah, dalam waktu dekat akan dibangun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Internasional bantuan dari Gubernur Jatim. Disamping itu bantuan juga mengalir dari Menteri Tenaga Kerja, Muhaimin Iskandar berupa pembangunan Balai Latihan Kerja (BLK).

“Karena jumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Madura paling banyak berasal dari Sampang. Sehingga keberadaan BLK itu nantinya akan dapat mendidik tenaga kerja yang terampil dan layak berkerja di sektor formal di luar negeri," ujarnya.

Secara rinci Noer Tjahja memaparkan tentang pembangunan di sektor pelayanan dasar, terutama pendidikan, kesehatan dan daya beli. Di sektor tersebut menunjukkan Indek Pembangunan Manusia (IPM) Sampang 2007 sebesar 53,70, masih rendah dibandingkan Jatim yang sudah mencapai 66,87, sementara rata-rata nasional 66%. Demikian pula data kemiskinan angkanya menunjukkan sekitar 70%, jauh lebih tunggi dibandingkan rata-rata kemiskinan tingkat nasional yang hanya mencapai 17%.

“Untuk pembangunan sektor pendidikan, ada tiga hal pokok yang menjadi penekanan, pertama perluasan akses dan pemerataan pendidikan, kedua, peningkatan mutu, daya saing dan relevansi pendidikan, serta ketiga penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Sehingga selama 2 tahun terakhir ini 17 indikator target pencapaian kinerja sebagaiamana diamanatkan dalam Rencana Pembangunan jangka Menengah (RPJM) telah melampaui target yang ditetapkan. Bukti paling menonjol adalah angka melek huruf usia diatas 15 tahun mencapai 97,97%," papar Noer Tjahja.

Sedangkan sektor kesehatan, dia mengakui dari 19 indikator tingkat keberhasilan kinerja bidang kesehatan, masih ada 3 indikator yang tidak tercapai, antara lain, kesehatan ibu dan bayi, angka kematian ibu hamil dan umur harapan hidup. Berdasarkan data Dinas Kesehatan, dari 3.973 ibu hamil yang seharusnya ditangani, hanya ada 2.983 orang atau 75,09 % yang ditangani oleh tenaga medis. Namun demikian cakupan tersebut sudah mendekati target 80% yang diharapkan.

Meski sulit dicapai, target penurunan angka kematian ibu hamil karena pada 2008 hanya sebesar 108 per 100.000 kelahiran hidup. Tetapi itu sudah melampaui target nasional sebesar 226 per 100.000 kelahiran hidup. Termasuk juga masalah Umur Harapan Hidup masih dibawah target yang diinginkan.

“Dalam upaya mendorong kemampuan daya beli masyarakat, salah satu terobosan yang sangat menonjol adalah pembangunan kesejahteraan masyarakat melalui konsep aropolitan. Saya melihat permasalahan klasik yang selalu muncul adalah ketidakberdayaan penduduk sampang yang 68% bergerak di sekor pertanian untuk ikut mengendalikan harga terhadap komoditas yang dihasilkannya," ujarnya.

Konsep pembangunan kawasan aropolitan tahap I dikonsentrasikan di tiga Wilayah meliputi, Kec. Banyuates, Ketapang dan Tambelangan. Penerapan konsep agropolitan itu bertujuan untuk meningkatkan daya saing kegiatan ekonomi masyarakat perdesaan (competitive advantage), dengan memberikan suatu dukungan prasarana dan sarana untuk menumbuhkan kegiatan ekonomi di masing-masing wilayah. Sehingga diharapkan sekor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, perdagangan, perindustrian dan inftrastruktur akan dapat bekerja bersinergi dan berintegrasi dalam mengembangkan kawasan itu.

Sumber: Surabaya Post, Rabu, 24 Maret 2010

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home