M Noer: Suramadu Jangan Jadi Seperti Batam
Pembangunan Jembatan Suramadu tidak bisa dilepaskan dari peran Muhammad Noer, 91.
Mantan Gubernur Jatim periode 1967-1976 inilah yang sedari awal getol mendorong dibangunnya Jembatan Suramadu. Bahkan, ketika masih pegawai biasa di Bangkalan pada 1938, M Noer pernah mengangankan adanya jembatan yang bisa menghubungkan antara Madura dan Surabaya itu. Kini angan-angan tokoh kharismatik asal Madura itu terwujud.
Menurut M Noer, keberadaan jembatan memang amat diperlukan Madura. Sebab, selain akan mempercepat dan melancarkan lalu lintas manusia dan barang dari dan ke Madura, jembatan itu bisa pula memangkas penguasaan feri. Feri selama ini menjadi satu-satunya pilihan transportasi publik jurusan Surabaya-Madura (atau sebaliknya).
Yang lebih penting lagi, imbuhnya, adalah tidak berhenti memanfaatkan keberadaan Jembatan Suramadu hanya sebagai jembatan penyeberangan. Jika jembatan itu sudah bisa mempercepat dan melancarkan hubungan/lalu lintas Jawa dan Madura, maka selanjutnya adalah mengidentifikasi potensi-potensi di Madura yang bisa dikembangkan dengan memanfaatkan jembatan itu.
Di sektor pariwisata, di ujung timur Madura, yakni Sumenep, objek-objek turisme yang bagus sekali tersedia banyak. Banyak pantai dengan pasir yang indah di sana. Di perairan Sumenep juga banyak tersimpan sumber daya alam berupa tambang.
Yang harus diperhatikan, kata M Noer, jangan sampai warga asli Madura hanya sebagai penonton sedangkan orang lain menjadi pemain, dan makin gencar menyerbu Madura setelah beroperasinya jembatan.
Pak Noer sendiri, lewat yayasannya yang bekerja sama dengan ITS, mencoba mendukung peningkatan kualitas SDM Madura dengan menampung anak-anak yang berprestasi dan potensial dari 4 kabupaten di Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep).
“Mereka akan dididik untuk menjadi SDM handal, yang suatu saat mampu memberi sumbangsih bagi kemajuan Madura,” kata M Noer.
Pak Noer berharap Madura tak menjadi seperti Batam, yang berkembang maju namun beriringan pula dengan berkembangnya penyakit masyarakat seperti pelacuran. Karena alasan inilah, ia juga kurang setuju jika badan pengelola Jembatan Suramadu meniru Badan Otorita Batam. Selain dianggap gagal akibat kewenangannya yang melampaui otoritas pemda terkait, Badan Otorita Batam juga dinilai tak berhasil membendung merajalelanya penyakit masyarakat di sana.
Melihat kegagalan Batam, sempat para kiai di Madura tidak menyetujui pembangunan Jembatan Suramadu. Tetapi, berkat upaya M Noer untuk meyakinkan para kiai itu tentang manfaat Jembatan Suramadu, akhirnya mereka bisa menerima.
“Butuh waktu dua tahun untuk melakukan pendekatan pada para kiai itu. Yang jelas, dibutuhkan peran pro aktif masyarakat untuk menghindari munculnya ekses negatif dari keberadaan Jembatan Suramadu seperti pelacuran,” tutur M Noer.
Noer juga tidak setuju penggratisan untuk para pelintas jembatan. “Kalau digratiskan, biaya perawatanya dari mana? Jembatan itu harus dipelihara, dan untuk memelihara tidak bisa mengandalkan dana pemerintah saja. Tapi harus ada partisipasi rakyat,” jelas Noer. (k6)
Sumber: Surya, Selasa, 9 Juni 2009
Labels: m noer, pariwisata, suramadu
0 Comments:
Post a Comment
<< Home