Suramadu Dilengkapi Anti Bom

Itu Usulan Kepolisian, Antisipasi Ancaman Teror

Suramadu di Waktu Malam

Satu peristiwa bersejarah bagi Madura, dan bahkan bangsa Indonesia, terjadi hari ini. Sebuah jembatan antarpulau terpanjang di negeri ini, yakni Jembatan Suramadu, secara resmi akan mulai dioperasikan pada Rabu (10/6) pagi ini.

Peresmian itu akan ditandai dengan penekanan tombol oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sebuah acara di kaki Suramadu sisi Madura, tepatnya di Desa Sekar Bungah, Kecamatan Labang, Kabupaten Bangkalan.

Seiring dengan suka cita masyarakat dalam menyambut kehadiran jembatan sepanjang 5,438 kilo meter ini, pihak kepolisian ternyata juga sudah mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi menyusul pengoperasian Jembatan Suramadu itu.

Bahkan, pihak kepolisian sudah memiliki cara dan langkah pengamanan terhadap jembatan, yang satu kakinya berada di Kabupaten Bangkalan dan satu kaki lainnya berada di wilayah Kota Surabaya ini.

Menurut kepolisian, dengan fungsinya nanti sebagai jalur lalu lintas vital antara Madura dan Surabaya (serta Jatim pada umumnya), bukan tidak mungkin jembatan yang nilai investasinya sekitar Rp 4,5 triliun itu menjadi target ancaman teror.

Setidaknya, ukuran jembatan yang demikian panjang dan lebar, akan rawan jika di bagian-bagiannya dibiarkan begitu saja tanpa pengamanan memadai.

“Berdasarkan pengalaman kami, tingginya mobilitas orang dan barang di suatu kawasan, akan menambah tinggi pula tingkat kerawanannya,” kata Kapolwiltabes Surabaya Kombes Pol Ronny F Sompie, Selasa (9/6).

Dengan tarif tolnya yang dipastikan pemerintah lebih murah dibandingkan tarif naik feri, Jembatan Suramadu memang diperkirakan bakal jadi jalur pilihan utama masyarakat dalam berlalu lintas antara Madura-Surabaya. Apalagi, untuk pulang-pergi Surabaya-Madura atau sebaliknya, lewat Suramadu lebih singkat daripada memakai feri.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum (PU), Djoko Kirmanto, tarif tol Suramadu paling mahal hanya akan sekitar 60 persen saja dari tarif feri. Ronny mengungkapkan, pihaknya telah mengusulkan agar di kawasan Jembatan Suramadu didirikan pos-pos polisi. Dalam menjalankan tugasnya, petugas kepolisian di pos akan berkoordinasi dengan petugas pengamanan setempat dari instansi terkait.

“Sudah kami usulkan untuk membuat pos polisi. Secara struktural, pos itu nanti di bawah komando Polsek Kenjeran, Polres Surabaya Timur,” jelas Ronny di sela pengamanan kunjungan Wapres Jusuf Kalla di Sidoarjo kemarin.

Sarana pengamanan lainnya yang juga diusulkan kepolisian adalah alat pendeteksi bahan peledak atau anti bom berupa metal detector. Peralatan ini, kata Ronny, wajib ada. Sebab, bisa jadi jembatan yang pembangunannya dimulai 2003 itu akan mendapat ancaman bom dari teroris.

“Teknis pengamanan Jembatan Suramadu ini sudah dibahas secara internal baik di Polwiltabes Surabaya, kepolisian di wilayah Madura maupun Polda Jatim,” ucap Ronny.

Perwira dengan tiga melati di pundak ini menambahkan, secara personel pihaknya sudah siap jika sistem pengamanan yang diusulkan itu diterapkan. Diperkirakan dibutuhkan tiga regu untuk pengamanan Jembatan Suramadu, dan setiap regu berisi 10 personel polisi. Mereka akan bertugas secara bergantian. Dalam setiap regu terdapat petugas dari satuan Gegana (penjinak bom) dan Polisi Pengairan (Pol Air).

Selain pengamanan di bagian pintu masuk jembatan, juga diusulkan pengamanan di sepanjang jalur jembatan berupa pemasangan kamera CCTV. Perlatan ini tak kalah penting dibandingkan metal detector karena kejahatan, kecelakaan atau aksi-aksi membahayakan (seperti bunuh diri) bukan tak mungkin terjadi di tengah-tengah jembatan.

“Di luar negeri, bunuh diri dengan meloncat dari jembatan seperti ini pernah terjadi. Karena itu, perlu diantisipasi,” tambahnya. Dengan memasang CCTV di bagian tengah jembatan, jika ada kejahatan atau orang berbuat nekat, petugas bisa lebih cepat bergerak mengatasi.

Tarif Masih Otot-ototan

Sehari menjelang peresmiannya, masalah besaran tarif tol Suramadu ternyata belum tuntas. Tarif yang sedianya sudah diumumkan kemarin, belum bisa dipublikasikan setelah pihak-pihak terkait yang membahasnya di Jakarta selama Senin (8/6) sore hingga larut malam belum bersepakat.
Para operator feri yang menguasai angkutan penyeberangan Ujung (Surabaya)-Kamal (Madura) bersikukuh agar tarif tol Suramadu tidak jauh beda dengan tarif feri.

Bahkan, operator feri keberatan kalau tarif tol Suramadu dibebaskan pada awal operasinya selama dua pekan.

“Kami bisa langsung mati kalau tarif jembatan itu dibebaskan,” kata Bambang Harjo, Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Danau, Sungai, dan Penyeberangan (Gapasdap) Jatim, Selasa (9/6) pagi.

Bambang ikut serta dalam rapat membahas tarif tol Suramadu di kantor Ditjen Bina Marga, Jakarta.
Rapat tersebut digelar sebagai tindak lanjut atas protes yang dilancarkan operator feri. Rapat dihadiri pihak Ditjen Bina Marga, Ditjen Perhubungan Darat, PT Indonesia Ferry (dulu ASDP), Dinas Perhubungan Jatim, Gapasdap dan sejumlah elemen lainnya.

Menurut Bambang, meskipun feri tidak beroperasi (akibat tol Suramadu digratiskan selama uji coba dua pekan), pihak operator tetap mengeluarkan biaya, mulai dari biaya labuh, kru, dan bahan bakar. “Karena dalam kondisi berhenti, mesin kapal harus tetap hidup,” ujarnya.

Ia meminta pemerintah menetapkan tarif yang kompetitif untuk menjaga kesinambungan feri Ujung-Kamal yang beroperasi sejak 1960-an itu. Diisulkan Gapasdap, selisih tarif feri dengan tarif tol Suramadu tidak terpaut jauh. “Jika kendaraan roda empat yang menggunakan feri Rp 70.000, maka tarif tol jembatan Rp 50.000. Itu baru kompetitif,” katanya.

Sebelumnya, Pemprov Jatim mengusulkan tarif tol Jembatan Suramadu untuk roda empat sebesar Rp 30.000 dan roda dua Rp 2.500 (tarif feri untuk roda dua Rp 6.000).

Sementara itu, pemerintah tampaknya tetap pada pendirian sebelumnya bahwa tidak mungkin tarif tol Suramadu sama dengan tarif feri. Bahkan, Menteri PU Djoko Kirmanto mengungkapkan bahwa variasi tarif tol Suramadu adalah 40, 50, dan 60 persen dari tarif feri.

Djoko mengaku, besaran tarif itu sudah ditetapkan, namun belum dia tandatangani karena menunggu proses finalisasi. “Tinggal saya teken. Tapi, sebelumnya harus ada dulu uji coba kelayakan pemakaian jembatan, sebagaimana aturan yang berlaku,” katanya.

Ia menyebutkan, uji coba itu memerlukan waktu sepekan hingga sebulan untuk mengetahui kenyamanan pengguna jalan, fungsi rambu-rambu lalu lintas, dan tingkat kerataan permukaan aspal jembatan.

Penetapan tarif itu, imbuh dia, sudah dibicarakan dengan Dephub dengan mempertimbangkan beberapa hal, di antaranya kelangsungan feri Ujung-Kamal. “Kalau memang nanti feri-feri itu sudah tidak layak dan ditinggalkan masyarakat, tentu akan dipindahkan ke daerah lain,” kata Djoko. iit/jos/ame/st2/st30

Sumber: Surya, Rabu, 10 Juni 2009

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home