Suramadu Hadang Drainase
Proyek jalan akses Suramadu ternyata menimbulkan persoalan bagi permukiman di sekitarnya. Sejak jalan kembar Kedung Cowek digarap tahun lalu, genangan air di kampung semakin tinggi.
Drainase banyak mampat, karena saluran baru lebih tinggi ketimbang yang lama. Seluruh air buangan dari kampung yang biasanya masuk ke saluran kedung cowek, saat ini alirannya justru sebaliknya. Ini karena Jl kedung cowek ditinggikan 1,5 meter. Sehingga dasar saluran pinggir jalan juga dibangun lebih tinggi daripada drainase perkampungan.
Kawasan yang paling parah adalah daerah Kapas Madya dan Bulak Rukem. Di Kapas Madya, saluran air mampet, tidak bisa masuk ke sungai kedung cowek. Sementara saluran pinggir jalan yang berbasis cor justru bagian dasarnya kering. padahal seharusnya arah air saluran drainase ini ke Jl Kedung Cowek. “Kampung kami memang tenggelam sejak jalan ini dibangun,” kata M Madjid, warga Kapas Madya II.
Menurut Madjid, seluruh rumah di pinggir jalan itu saat ini permukaannya kelihatan separo. Sehingga saluran air dari rumah tentu tidak bisa ke saluran pinggir jalan. Penyebabnya adalah saluran air Jl Kedung Cowek. “Makanya banyak yang ditinggikan dengan diuruk. Itu pun kalau punya uang,” kata bapak tiga anak ini.
Oleh karena itu, menurutnya, drainase lama bergantung pintu air yang berdiri di ujung drainase. Jika air dari Suramadu tinggi, pintu air ditutup agar tidak mengganggu saluran pembuangan kampung. Namun, akibat kacaunya sistem drainase itu, kawasan Surabaya utara semakin kumuh.
Banyak aliran sungai dan parit atau selokan yang mandek. Padahal, selama ini banyak warga yang membuang sampah di saluran air. Tak hanya sampah plastik dan organik, kasur hingga bangkai hewan pun mudah ditemukan mengapung di saluran air.
Diare dan penyakit kulit menjadi lumrah. Saat curah hujan berkurang, warna air berubah dari cokelat menjadi hitam pekat. Airnya tidak mengalir. namun permukaannya tetap tinggi karena sampah. Jangan tanya aromanya. Dari jarak 50 meter, orang luar kawasan ini pasti menutup hidung. “Kalau soal bau, warga sudah kebal. Kalau banjir, tambah bau karena salurannya mampet,” kata Imam Harimudi, warga Bulak I.
Warga, kata Imam, sulit mengakses air PDAM. Mereka terpaksa hanya menggantungkan diri dari air sumur resapan dari air sungai yang kotor ini. Nyamuk dan lalat beterbangan di mana-mana. (Uca/sda)
Sumber: Surya, Sabtu, 28 Februari 2009
0 Comments:
Post a Comment
<< Home