13 Ogoh-ogoh Diarak

Tugu Pahlawan berubah wajah, Rabu (24/3) pagi tadi. Sekitar dua ribu umat Hindu se-Jawa Timur memadati halaman monumen kebanggaan warga kota Surabaya tersebut. Mereka melaksanakan upacara Tawur Agung Kesanga sebelum perayaan Nyepi yang jatuh Kamis (25/3) besok.

Kesibukan mulai terlihat sejak pagi. Satu per satu umat datang bersama keluarga sambil membawa bunga dan dupa. Sementara umat dari luar Surabaya datang berombongan. Sebanyak 13 ogoh-ogoh sebagai pelengkap upacara terlihat berderet di halaman parkir Tugu Pahlawan.

Ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang dibuat dari kertas yang melambangkan kejahatan dan keburukan. Tapi ogoh-ogoh yang wajahnya menyeramkan karena berupa leak itu juga tampil trendi karena di tangannya membawa blackberry, HP, senjata, atau bersepeda.

Upacara dimulai pukul 08.00 diawali dengan lantunan doa-doa dari perwakilan umat Hindu Tengger. Diiringi gamelan khas Bali, doa dilanjutkan pendeta lainnya hingga selama hampir satu jam. Setelah itu, para pendeta menyucikan sesajen yang berada di tengah lapangan. Sesajen diberi tirta atau air suci dengan cara dicipratkan.

Selesai sembahyang di dalam Tugu Pahlawan, upacara dilanjutkan dengan arakan ogoh-ogoh keliling Tugu Pahlawan. Semula ogoh-ogoh diarak dari Tugu Pahlawan menuju Pura Kenjeran. Tapi karena tidak mendapat izin, arak-arakan hanya dilakukan di sekeliling Tugu Pahlawan.

“Baru sorenya sekitar pukul 15.00, ogoh-ogoh kami bawa ke Kenjeran tanpa iring-iringan. Di sana ogoh-ogoh kami bakar sebelum senja,” kata salah satu panitia, I Nyoman Mustika.

Menurut Nyoman, panitia sebenarnya hanya menyediakan 10 ogoh-ogoh untuk upacara kali ini. Namun ada tambahan ogoh-ogoh dari umat. Nyoman mengatakan, tidak seluruh ogoh-ogoh dibawa ke Kenjeran. Sebagian ada yang dibawa ke Pura Perak untuk dibakar di sana. Usai upacara di Tugu Pahlawan, umat kembali ke pura masing-masing untuk melakukan persembahyangan di sana.

Pelaksanaan Upacara Tawur Agung Kesanga ini cukup menarik perhatian pengunjung yang kebetulan datang ke Tugu Pahlawan. Sebagian mengabadikan momen itu melalui kamera mereka.

Upacara Tawur Kesanga merupakan rangkaian acara dalam rangka peringatan Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1931 yang jatuh Kamis (26/3). Upacara ini dimaksudkan untuk pembersihan diri dari Bhuta Kala (kekuatan jahat) sebelum melaksanakan catur brata penyepian (empat puasa nyepi). Keempat puasa itu adalah amati geni (tidak menyalakan lampu dan alat penerangan lain), amati karya (tidak bekerja dan aktivitas lain), amati lelungan (tidak bepergian), serta amati lelanguan (menghindari suara, termasuk radio dan televisi).

Kali ini ritual Tawur Kesanga di Kota Surabaya dibuat berbeda. Bila biasanya diselenggarakan di pura masing-masing, namun tahun ini dipusatkan di Tugu Pahlawan.

“Pilihan ini bertujuan supaya semua umat Hindu berdoa, mendoakan Surabaya aman, tidak terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama. Tujuan lain pemilihan tempat di pusat kota agar mudah dijangkau seluruh masyarakat Surabaya dengan harapan masyarakat Surabaya ikut terselamatkan dari bencana,” kata I Nyoman Mustika. “Kami umat Hindu ingin berbuat sekecil apapun agar Surabaya aman dan tertib, khususnya dalam rangka pesta demokrasi yang dalam waktu dekat ini akan terselenggara” lanjutnya.

Kesibukan bagi penyelenggaraan acara tadi pagi mulai terasa sejak kemarin. Truk- truk silih berganti berdatangan mengangkut beberapa sarana dan prasarana persembahyangan. Sejumlah penjor dipasang, demikian pula ogoh-ogoh.

Untuk keamanan dan ketertiban ritual yang dihadiri sekitar 2.000 orang ini Polresta Surabaya Utara dan Polsekta Bubutan mengalokasikan banyak personel. Selain dari Surabaya, juga hadir umat Hindu dari Lamongan, Tengger, Mojokerto, Gresik, dan Sidoarjo.

Ogoh-ogoh hanya akan diarak sekali keliling Tugu Pahlawan setelah ritual upacara selesai, setelah itu akan diberangkatkan ke pura masing-masing, termasuk di Pura Segara Kenjeran.

Ogoh-ogoh terbanyak justru datang dari Dusun Bongso Wetan dan Bongso Kulon di Desa Pengalangan, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik. Mereka mengirim 6 ogoh-ogoh. Sementara Banjar Kota Surabaya, Kenjeran, dan Sidoarjo masing-masing secara total mengirim 7 ogoh-ogoh.

Program Wisata

Dilakukannya ritual Tawur Agung Kesanga di Tugu Pahlawan tak lepas dari kontroversi. Pasalnya, pemilihan lokasi ini dianggap sarat kepentingan wisata. Komodifikasi ritual inilah yang disesalkan sebagian umat.

Namun sebagian umat lain justru mengatakan pilihan ini bisa menunjukkan eksistensi Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) di Surabaya yang selama ini dianggap tidak ada.

Umat Hindu sendiri tidak memungkiri jika Upacara Tawur Agung Kesanga punya daya tarik seperti Upacara Kasada di Tengger. Karena itu, mereka siap bekerja sama dengan Dinas Pariwisata jika pemerintah daerah ingin menjadikan upacara ini sebagai salah satu agenda wisata di Surabaya.

“Kami menyambut baik jika Dinas Pariwisata punya niatan seperti itu. Empat tahun lalu saya juga mengadakan kegiatan seperti ini di Taman Bungkul dan sambutan masyarakat cukup antusias,” kata Nyoman.

Hal senada juga diungkapkan Ketua PHDI Jawa Timur, Ketut Subiartha. Menurut Ketut, Upacara Tawur Agung Kesangan tidak hanya mengandung unsur pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, namun ada pula sisi seni dan budaya yang bisa diangkat. Selain itu, ekonomi masyarakat setempat juga bisa ikut terangkat dengan adanya kegiatan yang dihadiri banyak orang seperti Tawur Agung Kesanga.

“Dengan menjadikannya sebagai wisata, kita secara tidak langsung ikut melestarikan dan menjaga eksistensi upacara ini,” kata Ketut.

Dukungan juga diberikan Dana, Ketua Taruna Banjar Surabaya. Menurutnya, hal itu bisa membantu menunjukkan eksistensi umat Hindu Surabaya. Dana juga ingin, kemeriahan Upacara Tawur Kesanga, terutama saat arak-arakan ogoh-ogoh, bisa sama menariknya dengan di Bali.

Hanya saja, tetap ada pihak yang kontra dengan wacana ini. Salah satu umat dari Pura Kenjeran, Made Sasmika, mengaku tidak setuju dengan Rencana tersebut. Menurutnya, Upacara Tawur Agung Kesanga adalah ibadah. Karena itu, jangan lalu dicampuradukkan dengan hal-hal lain.

“Inti upacara ini adalah penyucian sebelum Nyepi keesokan harinya. Saya takut dengan menjadikannya sebagai wisata, kekhusyukan upacara malah hilang,” kata Made. (rey, sar)

Sumber: Surabaya Post, Rabu, 25 Maret 2009

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home