Pemberdayaan Industri Batik di Kabupaten Pamekasan

Diberdayakan Seperti Pohon Faktor, Untung Dari Hulu Sampai Hilir

Tak ditemukan data yang jelas, sejak kapan kerajinan membatik mulai muncul di Pamekasan. Tetapi, warisan leluhur ini terus berlanjut dan jumlahnya pun menjamur di setiap kecamatan di kota yang dikenal dengan Gerbang Salam ini. Sampai kemudian Pemerintah Kabupaten Pamekasan tertarik untuk memberdayakan dari segi manajemen dan teknologi produksinya.

INDUSTRI batik di rumah-rumah warga, terus saja berlangsung. Dalam setiap kecamatan ada yang mencapai puluhan titik. Bahkan di kecamatan Proppo, industri batik kelas atas, menengah, dan bawah, mencapai 650 titik. Hasil produksinya, di kecamatan ini mencapai 165.000/lembar pertahun dengan omzet produksi mencapai lebih dari Rp 12 miliar rupiah. Tetapi, ada juga di Kecamatan Pademawu yang hanya teridiri atas 2 titik industri yang menghasilkan 1.150/lembar per tahun.

Kadisperindag Kabupaten Pamekasan H.M. Bahrun mengatakan, turunnya pemkab dalam pembinaan terhadap sentra batik ini, diawali dengan survey. Dari aspek kuantitas dan kualitas batik Pamekasan, dinilai pemkab memiliki prospek. Percepatan prospek ini, dianggap penting disertai pembinaan. Terutama, menyangkut manajemen industri dan teknologi industri. Pada pembinaan manajemen, industri kerajinan batik penting diiklimkan profesional. Yakni, pola pengaturan, sirkulasi, kualifikasi, pantas digarap sebagaimana halnya iklim yang berlangsung di perusahaan dengan mengedepankan pola kemitraan.

Salah satu kemitraan yang mula-mula dibangun, pemkab melirik sentra yang mengacu kepada hasil survey lebih mudah dikembangkan. Khususnya, sentra yang berkembang baik dari sisi kualitas, kuantitas, dan prospek pasar. Bahrun menilai keuntungan prioritas garapan ini karena mengacu kepada pemberdayaan laiknya pohon faktor. Yakni, katanya, industri batik yang lebih dulu berkembang didukung peran pemkab, ngopeni industri yang berada di bawahnya. Begitu industri di kelas berkembang benar-benar mandiri, pemkab akhirnya lepas tangan dan menggarap yang lain. "Saat ini, pemkab terkonsentrasi pada pembedayaan di wilayah akar," katanya.

Dalam pemberdayayan menyangkut teknologi, katanya, pemkab meningkatkan mutu. Diantaranya, bahan sutera dan bahan-bahan lainnya yang dinilai mendapat sambutan pasar. Begitu juga, dalam hal motif dan pewarnaan, dilakukan inovasi dengan tidak menghilangkan aura kemaduraan batik Madura yang khas. Termasuk, katanya, pemberdayaan dalam pemasaran, pemkab mengikutsertakan pembatik Madura sampai ke Jakarta, Jogjakarta, Solo, dan Bali. Ini, urainya, tak hanya memasarkan batik an sich. Tetapi, secara tidak langsung ada proses transformasi pembelajaran dari pembatik dan inovasi yang dilakukan pembatik luar Madura. "Sehingga, pemberdayaan ini semakin sempurna," katanya.

Data di diseprindah menunjukkan, ada perkembangan sentra dan produksi batik Pamekasan. Misalnya, mantan Kepala KUKP ini menjelaskan, pada tahun 2001, jumlah sentra batik masih sebanyak 1.095 unit. Kemudian, katanya, pada tahun 2006, jumlah sentra batik telah mencapai 1.160 unit. Eskalasi perkembangan ini, berimplikasi positif bagi perkembangan lainnya. Baik menyangkut tenaga kerja yang berhasil diserap, maupun nilai investasi yang berhasil diraih. Itulah sebabnya, kata dia, dari berbagai aspek inovasi, pelatihan, remodifikasi manajemen dan teknologi industri, terus diupayakan untuk akselerasi kemajuan batik. "Ke depan, dunia perbatikan di Pamekasan kian bergairah," pungkasnya. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 19 Feb 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home