Ketika Singkong Jadi Menu Utama

Melangitnya harga beras membuat wong cilik kelimpungan. Padahal mereka sudah akrab dengan rasa lapar.

Jangan bicara soal “puasa” pada Niwah dan Mistiyah. Pasangan suami–istri yang pernah dikarunia 11 anak—lima anaknya kemudian meninggal dunia karena sakit—ini sudah biasa menahan lapar dan dahaga. Meski demikian, warga Desa Gunung Maddah, Kec. Sampang Kota, Madura, ini setiap harinya masih bisa “berbuka” dengan “nasi putih”. Warga desa biasanya menyebut nasi putih sebab mereka biasa makan nasi jagung. Namun itu beberapa pekan lalu. Hari ini “nasi putih” tak ada lagi. Beras kosong sebab tak ada cukup uang untuk membeli. Bukan hanya itu, “nasi merah” dari jagung pun habis. Maka, keluarga ini pun harus mengolah singkong sebagai makanan pengganti nasi. Pasutri yang bekerja sebagai kuli batu dengan penghasilan tak menentu ini cukup merasakan dampak kenaikan harga beras. Sebab, untuk mencukupi kebutuhan hidup, mereka hanya mengandalkan upah yang sangat minim sehingga tidak mampu membeli beras untuk memberi makan enam anaknya.

“Ketimbang mati kelaparan, ya terpaksa kami makan singkong sebagai pengganjal perut. Kami tak ada uang untuk beli beras, “ kata Mistiyah, pagi tadi. Dia mengakui, memang tak setiap hari makan singkong. Kemarin ada uang sehingga bisa beli beras. Tapi hari ini hidangan hanya singkong dan singkong. Menu alternatif ini juga untuk mengurangi pengeluaran sebab dia harus pula membiayai kedua anaknya yang masih duduk di bangku SD. Mereka terpaksa harus pontang-panting bekerja sebagai kuli batu dibantu beberapa anaknya yang telah dewasa. Tapi kerja seharian itu ya cukup untuk makan hari itu juga.

“Gimana mau cukup, gajinya saja sehari hanya Rp 5 ribu. Kadang kalau lagi sepi tidak ada pesanan batu, paling-paling cuma dapat Rp 2 ribu. Sedang kebutuhan keluarga melebihi upah yang kami dapat. Jadi saya minta tolong sampaikan pada bapak-bapak di atas agar memperhatikan nasib kami, supaya harga beras jangan naik terus, “ kata Niwah yang sudah mempunyai satu cucu ini.

Mistiyah menambahkan, hanya dengan uang Rp 2 ribu dia sudah dapat membeli singkong untuk dimakan sekeluarga dalam sehari. Namun sebelum disantap, dia harus mengolahnya terlebih dulu agar terasa nikmat seperti nasi. Setelah kulit singkong dikupas dan dibersihkan, singkong tersebut diparut. Kemudian parutan singkong dikukus di atas tungku sampai matang.

“Biasanya saya menambahkan sedikit garam dan parutan kelapa, supaya rasanya gurih dan nikmat dimakan. Kalau ada uang lebih, kadang saya membeli ikan asin dan kerupuk, dimakan bersama nasi singkong tersebut. Ya nikmat juga, “ tuturnya sambil tersenyum.(Achmad Hairuddin)

Sumber: Surabaya Post, Kamis 15/02/2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home