APBD Sumenep Bocor Rp 36 M

Sumenep, Surya - Temuan BPK yang beredar di kalangan LSM cukup menggemparkan warga Sumenep. Betapa tidak. Dalam laporan BPK disebutkan ada kebocoran dana sekitar Rp 36,9 miliar dalam pembelanjaan APBD 2005. Bagaimana tanggapan Pemkab Sumenep? Berikut laporannya.

Predikat Sumenep sebagai kabupaten terkorup di Jatim sebagaimana disebutkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pusat tahun 2004 barangkali ada benarnya. Dalam laporan BPK tahun 2006, sebagaimana dibeberkan Sekretaris Kelompok Peduli Sumenep (KPS) M Noerul Fajar SE MM, dana APBD 2005 di kabupaten ini bocor sebesar sekitar Rp 36.9 miliar.

Kebocoran terjadi karena pembelanjaan dana tidak sesuai ketentuan, tidak didukung bukti-bukti valid, dan apa yang dibeli tidak sesuai peruntukan. Total kebocoran Rp 9,6 miliar atau 26 persen dari total anggaran.

Kebocoran karena pembelanjaan tidak sesuai dengan ketentuan ini antara lain terjadi pada penggunaan dana tak tersangka (Rp 4,7 miliar), belanja untuk instansi vertikal (Rp 392,4 juta), pembayaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) anggota dewan (Rp 21 juta), bantuan uang saku PNS calon haji (Rp 62,7 juta), hingga belanja bupati/wabup (Rp 315,5 juta).

Selain itu, BPK juga merinci beberapa dana yang juga terindikasi bocor, sejumlah dana yang belum atau tidak disetor ke kas daerah sesuai deadline 31 Desember 2005 ke kas daerah Pemkab Sumenep. Ditemukan dugaan kebocoran yang sangat fantastis yakni Rp 27,3 miliar.

Dana yang tidak disetor itu antara lain penyertaan modal ke Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bhakti Sumekar sebesar Rp 2 miliar, penerimaan bunga lunak 1 tahun yang dikelola sejumlah dinas atau satuan kerja pemegang kas dari hasil dana revolving (bergulir) Rp 12,2 miliar. Selain itu, juga terjadi pada penerimaan retribusi, dana perimbangan pajak, dan pinjaman penguatan nodal yang tidak jelas.

"Total kebocoran pada dua item tersebut mencapai sekitar Rp 36.9 miliar. Dengan demikian, jika dihitung, tingkat kebocoran mencapai Rp 3 miliar per bulan atau Rp 100 juta per hari. Masyaallah," papar Nurul Fajar, saat menunjukkan hasil laporan BPK, Senin (15/1).

Dana Rp 36, miliar yang bocor itu belum termasuk pengerjaan proyek yang tidak sesuai bestek atau spesifikasi kontrak (RKS).

Bahkan ada juga penggunaan dana lainnya, seperti gaji pegawai dan penggunaan beberapa dana APBD lainnya, yang tidak jelas sandaran hukumnya.

Menurut Nurul Fajar, kebocoran terjadi karena bupati tidak dibekali kemampuan mengendalikan pengelolaan keuangan daerah. Penguasa wilayah dan penanggung jawab APBD ini juga tidak difasilitasi sistem dan alat untuk mereview pengendalian pengelolaan keuangan daerah. Selain itu, juga karena bupati tak memiliki tim ahli sebagai penasihat.

"Menurut BPK, jaringan G-Online (Government-Online) Sumenep yang telah dibangun dengan biaya mahal sejak tahun 2004 tidak berfungsi mendukung kinerja pengendalian dan pengelolaan keuangan daerah", terang Fajar.

Selama ini, kata Fajar, di Pemkab Sumenep belum tercipta sistem pengendalian dan pengelolaan keuangan daerah yang terpadu. Selain itu, juga belum ada prosedur baku bagi setiap satuan kerja yang memegang kas daerah atau yang bertanggung jawab mengeloka keuangan.

Belum optimalnya kinerja bagian keuangan pemkab ini terlihat dari adanya temuan pengeluaran sebesar Rp 98.909.000 yang tidak didukung bukti-bukti pengeluaran yang memadai.

Temuan BPK, papar Nurul Fajar, bisa menjadi obyek hukum yang dapat ditindaklanjuti aparat kepolisian dan kejaksaan. Ini sesuai dengan UU 30/1999.

Ketua LSM Sumekar Alliance Non Government Organization (SANGO) H Moh Dayat mengatakan temuan BPK yang sudah tersebar kemana mana itu harus ditindaklanjuti para penegak hukum.

Menurut Dayat, kebocoran itu mungkin bukan karena disengaja, melainkan hanya kesalahan administratif. Ini bisa saja terjadi karena lemahnya pengawasan.

"Kalau memang ada penyelewengan ya diproses saja. Tapi, kalau laporan BPK itu tidak benar, ya `digantung` saja, karena meresahkan",tegas Dayat, Senin (15/1).(st2)

Kesalahan Administrasi

Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) Sumenep, H Achmad Masuni SE MM, membantah klaim terjadinya kebocoran dalam pembelanjaan APBD 2005 sebagaimana dibeber BPK dan disebarluaskan LSM. "Memang ada kesalahan administrasi pada perhitungan APBD 2005. Tetapi, itu bukan kebocoran seperti yang disampaikan teman-teman LSM", tandas Masuni, Rabu (17/1).

Masuni mencontohkan pembayaran gaji pegawai BKKBN. Pada saat itu, BKKBN yang sebelumnya terpusat, lalu diberikan ke daerah. Tetapi, kenyataannya, gajinya tidak dimasukkan APBD, sehingga dibayarkan di SPBD.

"Akibatnya, ada kesalahan penempatan saja. Itu tidak ada masalah, karena sesuai klarifikasi itu hanya kesalahan administrasi, bukan kebocoran", papar Basuni.

Kendati demikian, Masuni berjanji menindaklanjuti temuan dan rekomendasi BPK, dengan memperbaiki kesalahan administrasi dan membenahi sistem administrasi keuangan APBD.

Bupati Sumenep' KH Moh Ramdlan Siraj SE MM, juga menegaskan tidak APBD 2005 bocor. "Itu hanya kesalahan administrasi. Semua sudah kami tindaklanjuti", ujarnya, Rabu (17/1).

Hal senada juga diungkapkan Anggota DPRD Sumenep, Malik Effendi SH. Menurut Malik, sesuai UU 15/2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah dan UU 16/2006, selain memberikan opini, BPK juga melaporkan hasil penilaian penggunaan keuangan. Untuk yang terakhir ini, BPK melaporkan temuan, kesimpulan, dan rekomendasi.

Jika rekomendasi BPK menyatakan ada kerugian negara, maka ini identik dengan korupsi. "Tapi, kalau rekomendasinya hanya soal mekanisme dan kesalahan administrasi penggunanaan keuangan, tentu bukan kebocoran", ungkapnya.

Kesalahan mekanisme, paparnya, bukan berarti salah aturan main. Kalau memang terjadi kebocoran, pemkab diberi waktu 60 hari untuk memperbaiki atau menyelesaikan. (st2)



KEBOCORAN APBD 2005 PEMKAB SUMENEP

A. Belanja yang tidak sesuai ketentuan, tidak didukung bukti valid (lengkap sah), dan tidak sesuai peruntukannya


  • Belanja tidak disangka yang digunakan tidak sesuai ketentuan Rp 4.713.529.189

  • Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang tidak didukung bukti valid Rp 98.908.000

  • Belanja bagi hasil dan bantuan keuangan yang tidak sesuai peruntukan Rp 2.327.027.909

  • Belanja bayar di muka yang tidak tepat Rp 250.968.500

  • Belanja bupati/wakil bupati (tunjangan kesejahteraan/biaya penunjang operasional) Rp 315.500.000

  • Pencatatan transaksi penerimaan PBB, PP jalan, pelayanan kesehatan RSD Dr H Moh Anwar Rp 603.466.762

  • Belanja bantuan untuk instansi vertikal lainnya Rp 392.462.500== 8. Pembayaran SPPD anggota DPRD yang tidak sesuai ketentuan Rp 21.000.000

  • Pembayaran honorarium pimpinan dan anggota DPRD yang tak sesuai ketentuan Rp 861.874.500

  • Bantuan uang saku calon jemaah haji PNS Pemkab Sumenep Rp 62.750.000

  • Total A: Rp 9.647.487.360

B. Dana yang tidak (belum) disetor pada batas waktu sesuai ketentuan (31 Desember 2005) ke Kas Daerah Pemkab Sumenep

  • Perlakuan 'tidak profesional' tidak ada kesesuaian waktu pada penyertaan modal BPR Bhakti Sumekar Rp 2.009.359.255

  • Penerimaan dari pinjaman bunga lunak 1 tahun yang dikelola dinas (satuan kerja pemegang kas) - dana revolving (piutang) dari 2003-2005 Rp 12.278.932.383
  • Penerimaan retribusi (piutang) Rp 5.280.000.000

  • Penerimaan dana perimbangan pajak (piutang) Rp 4.565.132.867

  • Piutang pinjaman penguatan modal lain-lain Rp 2.385.462.140

  • Kas dari satuan kerja pemegang kas Rp 799.951.123

  • Total B: Rp 27.318.837.768

Sumber data LSM KPS Sumenep/Laporan Hasil Pemeriksaan BPK

Sumber: Surya, 04 Februari 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home