Dikikis Lewat Pendidikan
Menghilangkan tradisi carok tidak semudah membalik telapak tangan. Dibutuhkan waktu panjang untuk mengurangi tradisi yang sudah berlangsung turun-temurun itu.
Selama ini faktor pemicu terbesar timbulnya carok akibat rendahnya tingkat pendidikan masyarakat. Indikasi ini terlihat dari serangkaian kasus carok yang terjadi di Madura dijumpai pada masyarakat pedesaan dengan tingkat pendidikan kurang memadai.
Bupati Pamekasan, Drs Ahmad Syafii Yasin, juga mengakui kasus carok selama ini banyak terjadi di pedesaan. "Coba amati, dari sejumlah carok yang terjadi di Madura, menimpa masyarakat desa yang kurang pendidikannya. Sebaliknya, masyarakat desa yang berpendidikan, jarang kita temui carok, bahkan hampir tidak pernah terjadi," ujarnya.
Upaya Pemkab Pamekasan menekan angka carok dilakukan melalui program jangka pendek melalui pendekatan dan pengamanan aparat keamanan. Selanjutnya, program jangka panjang memberikan pencerahan masyarakat lewat pendidikan mengenai risiko carok.
Diharapkan dengan meratanya pendidikan, tradisi carok dapat terkikis. Contohnya, di Desa Tebul, Kecamatan Pegantenan, selama ini masyarakatnya dikenal menyelesaikan masalah lewat carok. Tapi sekarang, setelah pendidikan masuk dan masyarakat mengerti, tradisi carok itu tidak ada. "Sekarang yang sering terlibat carok warga Madura yang tinggal di perantauan," kata Syafii. Hal itu terjadi ketika warga Madura di Malaysia ramai-ramai dipulangkan, sehingga tingkat kerawanan di Madura terhadap carok menjadi rentan.
Syafii mengakui masih ada kebiasaan sebagian masyarakat Madura yang keluar rumah membawa celurit atau pisau diselipkan di balik bajunya. Hanya saja kebiasaan itu sekarang sudah jauh berkurang. "Setelah pendidikan merata, sekarang tinggal 10 persen saja warga Madura yang membawa sajam," paparnya. (st30)
Sumber: Surya, 15/01/07
0 Comments:
Post a Comment
<< Home