Akhirnya, Pengungsi Syiah Terusir

Jumat, 21/06/2013 | 11:02 WIB SP/Achmad Hairuddin Para pengungsi Syiah tengah mengemasi barang-barangnya untuk menuju tempat penampungan baru. Para kiai berpendapat pengikut Syiah dijual sebagai komoditas non migas oleh pihak tertentu Sampang - Proses pengusiran pengikut Syiah yang mengungsi di GOR tennis indoor Sampang sejak 10 bulan lalu, berlangsung dramatis. Ribuan massa dari berbagai Pondok Pesantren (Ponpes) se Madura, usai menggelar istighosah di lapangan Wijaya Kusuma, mencoba merangsek dan mengepung GOR tennis indoor. Mereka meneriakkan agar pengungsi Syiah diusir dari tempat penampungan tersebut. Pengusiran pengikut Tajul Muluk dari Sampang ke rumah susun Puspa Agro Sidoarjo itu, menimbulkan pro dan kontra dari kalangan masyarakat. Menurut Ketua Forum Kajian Publik (FKP) Sampang Heru Susanto, tindakan tersebut mengusik rasa toleransi terhadap perbedaan keyakinan, sehingga mengabaikan sisi kemanusian. ’’Mereka juga manusia, bukan binatang yang seenaknya saja diusir. Selain masalah agama mereka juga punya hak tinggal di Sampang, dan berhak mendapatkan perlindungan hukum sebagai warga negara Indonesia. Jadi sungguh naif ketika melihat Pemkab tidak bisa berbuat banyak, serta melakukan pembiaran terhadap pengusiran pengikut Syiah tersebut,’’ kritik Heru, dihubungi Jum'at (21/6). Menurut dia, bagaimana pun juga mereka adalah saudara kita, tapi ironisnya harus terusir dari kampung halamannya karena perbedaan keyakinan. ’’Kami bukan pada kapasitas menerima atau menentang keyakinan yang mereka anut. Tetapi pada konteks dari sisi kemanusiannya, bahwa persoalan perbedaan keyakinan menjadi isu sensitif yang bisa menimbulkan konflik horisontal menjadi meluas,’’ ujarnya. Iklil Aklima, pimpinan Syiah di pengungsian GOR, menyesalkan tindakan pengusiran yang dikatakan hanya evakuasi terhadap para pengikutnya yang dipindah ke Puspa Agro. Ia menyebut itu sebagai bentuk arogansi, karena pemerintah tidak bisa memberikan jaminan keamanan terhadap warganya dari ancaman bahaya. Kakak Tajul Muluk itu menagih janji Presiden SBY atas hak perlindungan warga untuk bebas menjalankan keyakinannya, karena ia dan pengikutnya diusir seperti binatang tanpa memikirkan nasib anak-anak yang juga ikut orang tuanya. ’’Kami hanya meminta rasa keadilan dari pemerintah, karena kami juga rakyat Indonesia sama seperti yang lainnya,’’ protesnya. Disisi lain, para kiai berpendapat bahwa para pengikut Syiah dijual sebagai komoditas non migas oleh pihak tertentu, sehingga menyudutkan kaum Sunni. Padahal perbuatan mereka telah melakukan penodaan agama, sehingga masyarakat dan para kiai juga berhak menolak dan mengecam jika agamanya dinodai atau dinistakan. ’’Bukannya kami tidak toleran, tapi ajaran yang mereka bawa merupakan penodaan agama Islam yang telah melukai hati masyarakat Madura. Sehingga kami meminta pemerintah jangan membiarkan persoalan itu berlarut-larut, karena jika mereka dibiarkan kembali ke kampung halamannya justru akan menimbulkan konflik semakin parah. Jadi sebaiknya mereka dipindahkan dari GOR tersebut agar situasi menjadi kondusif, karena apabila masih tetap di tempat pengungsian maka dikhawatirkan massa akan berbuat anarkis,’’ kata KH Karrar pengasuh Ponpes di Pamekasan yang masih kerabat Tajul Muluk. Sementara itu Wakil Bupati Sampang, Fadhilah Budiono yang juga ikut memantau saat pengungsi Syiah dievakuasi, menegaskan bahwa pemindahan pengungsi tersebut bukan semata-mata ingin mengusir dari Sampang. Karena para pengungsi yang dipindah itu akan di beri bekal sesuai dengan profesinya masing-masing, semisal bagi yang suka berdagang akan diarahkan dan dibukakan lapak untuk bisa berjualan di pasar Balongbendo Sidoarjo, sedangkan yang ingin bertani akan diarahkan ke pertanian. ’’Kami tidak akan tutup mata terhadap nasib mereka, karena pemerintah telah memikirkan agar bisa hidup mandiri. Termasuk juga rumah, harta benda dan tanah mereka akan kita lindungi atau dititipkan kepada saudaranya yang berbeda keyakinan,’’ jelas Fadhillah. Sebelumnya desakan massa yang menuntut agar pengungsi Syiah harus keluar dari tempat penampungan sempat memanas, karena Iklil menolak menandatangani pemindahan tersebut. Sehingga massa mencoba merangsek masuk ke dalam halaman GOR. Proses negosiasi dilakukan para kiai dan Wakil Bupati Fadhillah Budiono. Aparat keamanan juga sigap menjaga agar massa tidak masuk ke dalam, dengan mengerahkan seluruh kekuatan personil yang ada. Akhirnya Iklil luluh untuk menandatangani pemindahan pengungsi ke Puspo Agro. Wakapolres Sampang, Kompol Alfian Nurizal, menjelaskan, jumlah personil yang dikerahkan sebanyak 900 pasukan, terdiri dari 4 kompi Brimob, 1 peleton pasukan anti anarkis, 1 peleton renmas, dua mobil water canon Polda Jatim dan 280 personil dari Polres Sampang. ’’Kekuatan pasukan yang menjaga GOR tersebut untuk mengantisipasi apabila terjadi kerusuhan. Tapi Alhamdulillah semuanya berjalan lancar massa tidak melakukan aksi anarkis karena kita melakukan pendekatan persuasif,’’ tegas Kompol Alfian. rud

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home