Ketua KPPS Tewas D igorok

Sekujur Badan Luka Parah

Moh Hasim, 39, warga Dusun Sendir Timur, Desa Sendir, Lenteng, Kabupaten Sumenep, Madura, tewas mengenaskan. Hampir sekujur tubuh ketua Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) Tempat Pemungutan Suara (TPS) 3 Sendir ini penuh luka sayatan, dan lehernya digorok.

Jenazah Moh Hasyim ditemukan oleh Supandi, 40, warga Desa Muangan, Seronggi, Sumenep, Selasa (21/4) sekitar pukul 06.00 WIB. Jenazah ini ditemukan di pematang sawah, sekitar 200 meter dari rumah tempat tinggal korban, yang juga imam masjid desa setempat.

Setelah dilaporkan ke polisi, jenazah korban pembunuhan tersebut dibawa ke Rumah Sakit Daerah (RSD) dr H Moh Anwar Sumenep untuk diautopsi. Hasil autopsi, korban menderita luka serius di kepala, wajah, dua pergelangan tangan nyaris putus, luka menganga di paha, perut, dan leher digorok sehingga nyaris putus.

Kapolsek Lenteng, AKP Moh Syakrani, ketika ditemui Surya di lokasi pembunuhan menduga Moh Hasyim dibunuh pada Senin (20/4) malam kemudian jenazahnya baru ditemukan Selasa (21/4) pagi oleh warga yang akan berangkat ke sawah. Dilihat dari luka korban, katanya, pelaku diduga lebih dari satu orang.

“Dilihat dari luka dan darah yang ada di tubuh korban, diyakini korban dihabisi malam hari karena darah yang menempel di tubuh korban yang sudah mengental,” ujar Syakrani. Dia menambahkan, hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) menemukan banyak telapak kaki bermacam bentuk. “Barang berharga korban berupa handphone hilang, diduga dibawa kabur pelaku,” kata kapolsek.

Karena korban menjabat ketua KPPS 3 Desa Sendir, maka kematian bapak tiga anak ini memunculkan isu bahwa pembunuhan Hasim dilatarbelakangi Pemilu Legislatif 9 April lalu. “Kalau bermotif dendam karena masalah lain, rasanya tidak. Karena, dia sangat baik dengan siapapun, tak pernah saya dengar dia bertengkar dengan orang lain,” ujar Hermanto, teman korban.

Namun Hermanto tak berani memastikan apakah Hasim dibunuh karena kasus pemilu. Hanya, dia juga mengatakan bahwa korban sempat bercerita bahwa sebelum pemilu dirinya pernah didatangi tim sukses yang akan memberi uang untuk pemenangan pemilu. “Katanya dia menolak, karena tak mungkin dia akan jual beli suara dalam pemilu,” ucapnya.

Secara terpisah, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sumenep, Thoha Samadi, kaget mendengar kabar kasus pembunuhan Hasim. “Kami berharap kasus pembunuhan ini tidak ada kaitannya dengan Pemilu Legislatif yang lalu. Bila ada kaitannya, sungguh sangat terkutuk,” tandasnya.

Dia meminta polisi segera menangkap pelakunya dan secara terbuka mengungkapkan motif pembunuhan. “Ini sangat sensitif. Kalau benar motifnya terkait pemilu, pasti akan menjadi preseden buruk bagi pelaksanaan pemilu selanjutnya dan berimbas pada KPPS lain,” kata Thoha.

Tak Terkait Pemilu

Sedangkan Kapolres Sumenep, AKBP Umar Effendi –meski belum menangkap tersangka pelaku pembunuh Hasim– menegaskan bahwa kasus itu tidak terkait pemilu. Karena, katanya, korban sudah tidak lagi menjabat ketua KPPS setelah pemilu berakhir.

“Sekarang sudah tidak ada lagi warga Sumenep yang menyandang jabatan sebagai anggota maupun ketua KPPS karena pemilunya sudah usai,” tandas kapolres.

Untuk menuntaskan kasus tersebut, polisi bergerak cepat, antara lain memeriksa dua orang saksi, yakni Supandi, 40, dan Moh Saleh, 40. Supandi adalah warga yang menemukan jenazah korban, sedangkan Saleh merupakan tetangga Hasim yang menerima kabar telepon dari Supandi bahwa Hasim tewas digorok.

Kasatreskrim Polres Sumenep, AKP Mualimin SH, yang ditemui di rumah korban mengatakan bahwa –sesuai informasi pihak keluarga– selama ini Hasim dikenal sebagai orang baik yang tak punya musuh.

Dia sering membantu masyarakat setempat menggagalkan pencurian sapi yang saat ini marak terjadi. “Itu informasi yang saya dengar. Pastinya, kami masih perlu melakukan penyelidikan dan meminta keterangan saksi maupun pihak keluarga korban,” ujar Mualimin.

Adapun menurut Heri, 27, tetangga korban, selama ini Hasim tidak pernah punya masalah dengan siapapun. Sehari-hari Hasim bekerja sebagai petani biasa. Hampir setiap saat, katanya, Hasim berada di masjid, antara lain mengajar mengaji, dan bila salat Jumat menjadi khotib atau imam.

“Rumah korban berdampingan dengan Masjid sehingga dia dipercaya menjadi takmir. Tidak mungkin dia punya musuh,” ujar Heri, dibenarkan beberapa warga lain.

Heri dan para tetangga Hasim lain berharap polisi bisa segera mengungkap motif di balik pembunuhan yang menggegerkan warga ini. “ Kalau pelakunya tidak tertangkap pasti akan menimbulkan penafsiran atau kasak-kusuk mengenai motif pembunuhannya,” ucap Heri.

Sementara itu, suasana duka menyelimuti rumah korban. Istri Hasim, Sumiatin, 37, dan anak perempuannya, Fauzatin, 12, terus menangis, bahkan beberapa kali pingsan. Dua orangtua korban, Saleh Sawari, 67, dan Sakdiyah, 63, serta saudara-saudara korban pun menjerit-jerit memanggil nama korban.

Selasa (21/4) pukul 15.30 WIB mobil jenazah dari rumah sakit tiba di rumah duka. Kakak Hasim, Sawari, 45 –yang melihat wajah adiknya tidak berbentuk– tiba-tiba mengamuk namun segera diredam warga dan tokoh masyarakat setempat.

Korban meninggalkan tiga anak bernama Achmad Busyairi, 15, Fauzatin, 12, dan Moh Muhlisin, 5. Adapun si sulung, Achamd Busyairi –siswa kelas III SMU 2 Sumenep– setelah ikut mengantarkan jenazah sang ayah ke rumah sakit, Selasa (21/4) pagi, tetap ikut ujian nasional di sekolah. (st2)

Sumber: Surya, Rabu, 22 April 2009

Labels:

0 Comments:

Post a Comment

<< Home