Seminar Menggagas Masa Depan Ekonomi Kerakyatan

Banyak Yang Enggan Bermuamalah dengan Sistem Syariah

Kini memang telah lahir bank yang memiliki program bagi hasil. Namun, konsep bagi hasil serupa bank syariah ini masih kurang diminati rakyat kecil. Mengapa?

Ekonomi kerakyatan masih sebatas wacana. Ini disampaikan Wasiaturrahma dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya saat seminar di Universitas Madura (Unira) kemarin. Dia menilai, rakyat belum sepenuhnya paham tentang ekonomi kerakyatan. Akibatnya, rakyat menjadi bulan-bulanan kapitalis.

Menurut perempuan asal Sumenep ini, bangsa Indonesia terpuruk karena lima hal. Antara lain, maraknya konflik sosial dan munculnya disintegrasi bangsa. Selain itu, Indonesia lemah dalam menegakkan hukum dan HAM. Wasi’- sapaan Wasiaturrahma - juga menyebut, keterpurukan bangsa akibat lambannya pemulihan ekonomi.

Akademisi yang sering bolak-balik Surabaya-Malaysia ini juga mengatakan, rendahnya kesejahteraan rakyat menjadi sebab atas terpuruknya bangsa. Begitu juga dengan penyakit sosial yang marak dan ketahanan nasional yang melemah, berkibat warga tak bisa diselamatkan masa depannya. Bahkan, kini jutaan orang menganggur. "Dapat dibayangkan, di file kami telah menunjuk 40 juta jiwa penganggur," ujar kandidat doktor ekonomi syariah.

Wasi’ menduga, ekonomi kerakyatan yang populer di negeri ini salah urus. Indikasinya, warga kelas menengah ke bawah kehilangan akses untuk merambah pasar. Dalam kasus perbankan, katanya, bank konvensional amat ragu pada rakyat kecil. Akibatnya, bank memberikan modal kepada pihak yang sudah tegar. "Jangan heran jika rakyat di lapis bawah semakin tertindih," katanya.

Namun demikian, lulusan pasca sarjana Unair ini mengaku bangga. Sebab, di Indonesia lahir sebuah bank yang memiliki program bagi hasil. Dari aspek finansial, dia menilai konsep bagi hasil serupa bank syariah cukup menguntungkan nasabahnya. Meskipun, dia akui, keuntungan bagi hasil dalam bank itu tidak banyak.

Anehnya, kata dia, konsep bank bagi hasil ini belum sepenuhnya didukung masyarakat yang sebagian besar adalah rakyat kecil. "Artinya lagi, rakyat belum siap diberdayakan," dalihnya.

Dari perspektif agama, KH Lailurrahman menilai, masyarakat masih tertindas oleh sistem ekonomi yang bercorak kapitalisme. Pemilik modal semakin menjauh dari konsep ekonomi syariah. Akibatnya, sebagian pemilik modal belum tahu bahwa musuh utama adalah kemiskinan.

Menurut dia, sebagian muslim masih enggan berpaling dari riba. Buktinya, dia menemukan umat masih enggan ber-muamalah dengan sistem syariah. "Biar sama-sama untung dan tak ada yang dirugikan," katanya.

Hadir menjadi peserta dialog ini antara lain ulama, akademisi, LSM, dan santri, kiai. Juga pimpinan perguruan tinggi se Pamekasan. (ABRARI)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 30 Nov 2007

1 Comments:

At 10:05 PM, Anonymous Teknik Telekomunikasi said...

Bagaimana akademisi yang sering melakukan perjalanan antara Surabaya dan Malaysia menghubungkan rendahnya kesejahteraan rakyat dengan berbagai masalah sosial dan penurunan ketahanan nasional, serta apa implikasinya terhadap masa depan warga?






Regard Telkom University

 

Post a Comment

<< Home