Kekeringan Ancam Warga Pulau Giliraja

Sumber Air Minim, Diare Kembali Mengancam

Meski hujan telah mengguyur, Pulau Giliraja, arah selatan Sumenep, masih saja gersang. Tak heran bila pulau yang dihuni ribuan penduduk itu kerap disebut sebagai pulau dengan musim kemarau terus menerus. Pulau Giliraja termasuk dari segian gugusan pulau yang membentengi Sumenep. Pulau yang terletak di Selat Madura itu terbagai dalam empat desa. Yakni, Desa Banmaling, Lombang, Jati dan Desa Banbaru.

Gili Genting sendiri merupakan salah satu pulau yang letaknya berdekatan dengan Pulau Gili Raja. Jika Pulau Gili Raja berada pada posisi lurus ke arah selatan dari Sumenep, Gili Genting berada pada posisi agak ke tenggara. Untuk menjangkau Pulau Gili Raja hanya bisa dilalui dengan transportasi laut dari Pelabuhan Cangkaraman, Kecamatan Bluto. Sejauh ini transportasi menuju Pulau Giliraja memang baru dari Pelabuhan Cangkaraman menggunakan PLM (perahu layar motor).

Belakangan ini Pulau Gili Raja kembali bertemu masalah serius. Apa itu? Tentu saja masalah kekeringan. Hal yang satu ini memang hampir sepanjang tahun menjadi persoalan bagi warga setempat. Namun, belakangan ini persoalan itu memuncak. Itu setelah beberapa sumber mata air mulai mengering.

Asep Nur Hidayat, 23, warga setempat yang menghubungi koran ini melalui saluran telepon mengatakan, hampir seluruh desa di Pulau Giliraja mengalami kekeringan. "Kekeringan memang sudah biasa. Namun, kali ini semakin luar biasa," katanya membuka pembicaraan via telepon seluler kemarin.

Jika sebelum memasuki kemarau masih relatif banyak sumber mata air, belakangan ini semakin berkurang. Bahkan, bisa dibilang semakin langka. Dari sekian sumur sebagai sumber mata air di Pulau Giliraja, saat ini hanya ada satu sumur yang masih bisa bertahan. Yakni, Sumur Beringin, suatu nama merujuk kepada kondisi di sekitar lokasi yang memang banyak beringinnya. "Penduduk dari empat desa itu sekarang hanya mengandalkan Sumur Beringin itu. Kalau tidak ada sumur beringin, kita tidak tahu lagi nasibnya bagaimana," katanya dengan nada mulai memelas.

Sumur Beringin tersebut berada di Desa Banbaruh, salah satu desa yang letaknya berada di ujung paling barat Pulau Giliraja. "Setiap harinya, mulai setelah salat subuh warga akan antre di sumur beringin. Mereka secara bergantian menunggu giliran mengambil air. Kalau hari Jumat, antrenya bisa sampai berjam-jam. Padahal, hanya untuk mendapatkan air dua jeriken," tuturnya.

Sebenarnya, ungkap lulusan SMKN 1 Sumenep ini, ada sumber mata air lain yang bisa diandalkan oleh warga. Yakni, sumber air yang berasal dari proyek desalinasi (penyulingan) air atas bantuan pemkab. Namun, air di lokasi penyulingan tidak banyak membantu warga. "Warga memilih untuk mengambil air di sumur Beringin," tandasnya tanpa merinci alasan warga dimaksud.

Ditambahkan, kekeringan telah menambah deretan persoalan di Pulau Giliraja. Sebab, kekeringan ternyata tidak berdiri sendiri. Ada persoalan lain yang berada dibaliknya. "Selain harus keluar ekstra biaya untuk air minum karena kebanyakan beli air kemasan, kini warga mulai khawatir lagi soal diare seperti tahun lalu," terang Asep.

Berdasarkan catatan koran ini, 2006 lalu sebagian warga di Pulau Giliraja menderita diare. Penyakit ini mengakibatkan banyaknya warga yang terpaksa dirawat di puskesmas setempat. Saat itu, total penderitanya mendekati 500 orang. Karena keterbatasan tempat perawatan, akhirnya pihak puskesmas sempat membangun tenda darurat. "Diare yang menyerang saat itu memang bulan Oktober juga. Inilah yang kembali dikhawatirkan warga. Diare itu kan salah satunya akibat faktor konsumsi air. Sementara saat ini air kembali menjadi sesuatu yang langka," papar Asep.

Warga Pulau Giliraja, kata Asep, benar-benar membutuhkan bantuan pihak terkait untuk mengatasi masalah kekeringan. "Silakan datang ke Giliraja agar bisa menyaksikan sendiri," ajaknya. (AKHMADI YASID)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 02 Nov 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home