Ibu Kota Jatim Akan Dipindah ke Sumenep

Kompas/AR Budidarma
Ilustrasi Sumenep

Guru Besar ITS Surabaya Prof Daniel M Rosyid mewacanakan perlunya memindahkan ibu kota Provinsi Jawa Timur karena Surabaya dinilai sudah tidak layak lagi menjadi ibu kota.

"Kepadatan penduduk dan kemacetan lalu lintas di Surabaya sudah cukup parah," katanya dalam seminar bertajuk "Pemindahan Ibu Kota Provinsi Jawa Timur: Dari Surabaya ke Sumenep" di Gedung Rektorat ITS Surabaya, Selasa (25/1/2011).

Dalam seminar yang juga menampilkan Wakil Bupati Sumenep Soengkono Sidik itu, Daniel mengatakan, wacana pemindahan ibu kota lebih sebagai upaya pemerataan pembangunan.

"Ibu kota yang ideal adalah jika pusat ekonomi dan pemerintahan tidak jadi satu. Dengan memisahkan keduanya, akan terjadi pemerataan pembangunan, dan tidak lagi terpusat di satu kota seperti selama ini," katanya.

Pemindahan yang bertujuan bagi pemerataan pembangunan itu penting karena masih banyak daerah lain di Jawa Timur yang tertinggal jauh dibandingkan dengan Surabaya.

"Memindahkan ibu kota Provinsi Jatim ke Sumenep, Madura, memang bukan perkara gampang. Ini sebagai bentuk early exercise atas makin ruwetnya Surabaya sebagai ibu kota provinsi," katanya.

Menanggapi hal itu, Wakil Bupati Sumenep Soengkono Sidik mendukung dan berharap wacana dari kalangan akademisi tersebut bisa menjadi kenyataan sebab masyarakat setempat pasti menyambut baik kebijakan itu.

"Masyarakat pasti welcome jika ibu kota dipindah ke Sumenep. Potensi Sumenep untuk menjadi ibu kota provinsi juga sudah lebih dari cukup," katanya.

Potensi dimaksud adalah masyarakat Sumenep cinta damai dan memiliki toleransi tinggi, serta akses transportasi baik darat maupun laut ke Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Jawa tersedia.

"Masyarakat kami tidak suka carok. Akses transportasi juga tersedia," ujar Wakil Bupati, yang juga alumnus Jurusan Teknik Arsitektur ITS tersebut.

Pendapat agak berbeda datang dari dosen Jurusan Arsitektur ITS, Hitapriya Suprayitno. Ia menilai pemindahan ibu kota dari Surabaya ke Sumenep berat, kecuali jika didukung penuh oleh pemerintah pusat dan daerah.

"Masalahnya, sarana infrastruktur di kabupaten paling timur di Madura tersebut belum layak jika harus menyandang status ibu kota. Bandara internasional belum ada, pelabuhan besar juga belum tersedia, tapi investasi akan mengalir ke Madura," katanya. (Benny N Joewono)

Sumber: Kompas, Selasa, 25 Januari 2011

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home