Jembatan Suramadu Belum Dongkrak Ekonomi Regional
Jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) hari ini (10/6) berusia setahun setelah diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun lalu. Namun, hingga kini, jembatan sepanjang 5,438 kilometer itu belum mampu memberikan pengaruh ekonomi yang signifikan terhadap perekonomian Jawa Timur (Jatim).
Gubernur Jatim Soekarwo menyatakan bahwa eksistensi jembatan terpanjang di Indonesia tersebut butuh waktu lagi untuk lebih mendongkrak pertumbuhan ekonomi regional. "Sementara baru bisa menekan biaya akses transportasi dan menstabilkan harga barang," katanya setelah rapat pembahasan tol Surabaya-Mojokerto dan tol Porong bersama Muspida Jatim dan muspida kabupaten/kota di Ruang Binaloka Kompleks Pemprov Jatim kemarin (9/6).
Meski belum berbanding lurus dengan biaya hampir Rp 5 triliun yang dikeluarkan untuk membangun jembatan, kata Soekarwo, Suramadu menjadi pilihan alternatif baru. Sebelumnya, masyarakat dari Surabaya yang hendak ke Madura maupun sebaliknya tidak punya pilihan lain, kecuali menggunakan jasa penyeberangan kapal laut.
Dalam perkembangannya, Suramadu malah menjadi pilihan utama masyarakat. Sebab, aksesnya lebih mudah ke beberapa daerah di Pulau Madura. Mantan Sekdaprov tersebut menuturkan, wilayah di sekitar kaki jembatan belum dikembangkan secara optimal. Salah satu kendalanya adalah belum berperannya Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS).
Pemprov sudah berupaya memfasilitasi BPWS agar dapat bekerja sama dengan lima kepala daerah. Mereka adalah wali kota Surabaya dan empat bupati di Madura. Yakni, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Soekarwo mengungkapkan, badan bentukan pemerintah pusat yang baru terbentuk Agustus 2009 itu sampai kini belum melakukan aksi nyata karena terkendala dana.
"BPWS sebenarnya telah mengajukan dana melalui perubahan anggaran keuangan (PAK)," terangnya. Pejabat asal Madiun tersebut memperkirakan, BPWS bakal berperan maksimal mulai 2011. Itu akan terjadi setelah mereka menjadi satuan kerja (satker) tersendiri di bawah pemerintah pusat. Selama ini, mereka tidak bisa lepas dari bayang-bayang salah satu satker Kementerian Pekerjaan Umum.
Jika Soekarwo menyatakan bahwa setahun pertama Suramadu belum terlalu mendongkrak pertumbuhan ekonomi, Asisten I (Ekonomi Pembangunan) Chairul Djaelani mengungkapkan sebaliknya. Meski terkesan berjalan lambat, dia menepis bahwa pembangunan pasca peresmian Jembatan Suramadu mengalami stagnasi. "Kalau dilihat dari sisi Surabaya, memang tidak terlihat. Tapi, di Madura lebih menggeliat," ungkapnya.
Mantan kepala Dinas Permukiman Jatim tersebut mencontohkan bukti konkret bergeraknya laju ekonomi. Salah satunya, proyek pembangunan pelabuhan di Desa Pernajuh dan Dakiring, Kecamatan Socah. Dia menjelaskan, perkembangan proyek baru memasuki tahap pengurukan tanah setelah sejumlah areal direklamasi. "Kontraktor proyeknya swasta. Pemprov sebatas men-support pendanaan multipurpose," terangnya.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim Hadi Prasetyo menilai, sejak bentang kabel dioperasikan tahun lalu, pertumbuhan ekonomi Jatim turut terkerek. "Pertumbuhan Jatim yang kini di atas 5 persen malah melebihi perekonomian nasional," kata Pras, panggilan akrabnya.
Dia menerangkan, investasi usaha di seputar Suramadu mulai bermunculan. Namun, skala usaha masih berupa usaha kecil menengah (UKM). "Prediksi kami, investasi besar mulai tumbuh tahun depan," ujar pria berkacamata tersebut. Dia menuturkan, jembatan kebanggaan Indonesia itu kini menjadi ikon wisata Jatim yang baru setelah Gunung Bromo. (sep/c12/aww)
Sumber: Jawa Pos, Kamis, 10 Juni 2010
0 Comments:
Post a Comment
<< Home