Dampak Laut Pasang di Kampung Kotasek Pademawu

Tambak Bandeng Tergenang, Beli Sembako Jalan Kaki 5 Km

Air laut pasang menimpa warga Kampung Kotasek. Jalan dan rumah terendam. Bagaimana kondisi warganya ?

Dengan langkah gontai, Tojianto berjalan mengitari tambaknya yang sudah tergenang air laut. Berbekal cangkul, dia tetap berusaha mengamankan sisa-sisa ikannya yang ada ditambaknya.

Dia sadar bahwa gelompbang pasang air laut bencana alam di luar kemampuan manusia. Namun begitu, pria pemilik dua hektare tambak ikan bandeng itu tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Sebab, tahun ini dia dipastikan gagal panen ikan. Apalagi, tinggal satu langkah saja dia memanen hasil tambaknya.

Dia habis pulahan juta untuk mengelola tambaknya. Mulai membeli nener, pakan, dan lainnya. "Kalau kerugian puluhan juta sudah pasti Mas. Tapi kagetnya ini yang tidak bisa dibeli," keluhnya ketika ditemui koran ini kemarin.

Tojianto menjelaskan, 1 hektare tambak dibutuhkan 3 reyan nener. Sedangkan per reyan berisi lima ribu ekor nener. Harga per reyan Rp 150.000. Biaya pakan ikan tiap bulan berkisar Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu.

Tak heran, dia sangat menyanyangkan kejadian alam yang menimpa kampungnya. Sebab, tambaknya yang ditanam bandeng sudah berumur dua bulan. Sedangkan untuk panen ikannya butuh empat bulan lamanya. "Siapa yang nggak stres Mas. Tinggal separuhnya lagi malah dipanen ombak (air pasang)," tuturnya.

Bukan hanya Tojianto yang mengalami musibah. Hampir seluruh warga Kotasek merasakan penderitaan yang sama. Akibat laut pasang sekitar 60 rumah terendam. Warga terpaksa memarkir perahunya yang merupakan mata pencahariaannya.

"Kami tidak mau ambil risiko. Tapi kami butuh uang untuk keperluan sehari-sehari," ujarnya Junaidi, warga setempat.

Menurut dia, gelombang pasang sedikit berkurang pada malam hari. "Kalau sedikit reda, kami melaut. Bagaimanapun juga keluarga butuh makan," tuturnya sambil menggendong anak semata wayangnya.

Menurut informasi yang dihimpun koran ini, air laut pasang sudah berlangsung selama empat hari berturut-turut. Warga pun tidak bisa ke mana-kemana, karena jalan akses satu-satunya untuk keluar masuk kampung terendam air laut.

Kondisi ini berdampak pada aktifitas sehari-hari warga membeli segala barang kebutuhan pokok. Mereka harus berjalan kaki sekitar 5 kilometer untuk membeli sembako. "Selain tidak ada angkutan umum, kampung ini kan sangat pelosok," kata Suraidah.

"Untuk membeli kebutuhan sehari-hari, kita membawa gerobak bersama tetangga," tambah ibu satu anak ini. (NADI MULYADI)

Sumber: Jawa Pos, Jumat, 09 Mei 2008

0 Comments:

Post a Comment

<< Home