Bongkar Perkuliahan Ilegal

Catut Nama UMM, Polres Periksa 2 Oknum Guru

Tindakan GB, 41, oknum guru SDN Tampojung Pregi, Kecamata Waru, ini tergolong nekat. Betapa tidak. Dengan kemampuannya, GB diduga telah menipu sejumlah 'mahasiswa'.

Modusnya, GB menyelenggarakan perkuliahan jarak jauh mengatasnamakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Adapun program yang diselenggarakan S1 (strata satu) PGSD (pendidikan guru sekolah dasar).

Padahal, penyelenggaraan S1 PGSD tersebut di luar sepengetahuan pihak FKIP UMM. Sehingga, kegiatan perkuliahan yang dikoordinasi oleh GB itu diduga ilegal. Indikasinya, selain tak memiliki izin dari kampus yang bersangkutan, penyelenggaraan kelas jauh memang dilarang.

GB pun resmi dilaporkan ke Polres Pamekasan kemarin. Pelapornya langsung dari FKIP UMM. "Kami memang sudah melapor resmi. Sebab, selain merugikan, juga bisa merusak reputasi perguruan tinggi kami," ujar Fauzan, salah satu pelapor dari FKIP UMM.

Kasus ini berawal dari laporan masyarakat kepada pihak FKIP UMM, bahwa ada perkuliahan yang mengatasnamakan FKIP UMM. Perkuliahan digelar setiap dua minggu di SDN Pademawu Barat II, Kecamatan Pademawu.

Aktivitas kuliaha itu dilaporkan karena diyakini ilegal. Sebab, pihak FKIP UMM tidak pernah menggelar perkualiahan jarak jauh atau pun pembukaan cabang perkuliahaan.
"Kami ditugasi Pak Rektor untuk melakukan penelusuran, apakah benar ada perkuliahan mengatasnamakan FKIP UMM. Kami langsung mengecek ke lokasi," ujar Fauzan dalam keterangan persnya di mapolres kemarin siang.

Dari pengecekan itulah diketahui memang ada perkuliahan mengatasnamakan FKIP UMM. Atas dasar itulah, tim dari FKIP UMM langsung melapor ke polres kemarin pukul 09.00. "Kami hanya memantau. Dari polres yang turun langsung ke lokasi perkuliahaan," terangnya.

Nah, pada saat polres turun ke lokasi perkuliahan, ketika itu sedang terjadi proses belajar mengajar (PBM). Puluhan 'mahasiswa' tengah mengikuti PBM dari 'dosen' lokal, SW, oknum kepala SD yang juga pengurus PGRI Pamekasan. Melihat itu, polisi langsung menghubungi GB agar PBM dihentikan sementara.

Kemudian, GB dan SW dibawa ke mapolres untuk dimintai keterangan. Keduanya diperiksa intensif oleh tim penyidik satreskrim yang berbeda, tapi dalam satu ruangan.

Dalam keterangannya kepada tim penyidik satreskrim, GB mengakui bahwa perkuliahan telah digelar sejak Desember 2007 lalu. Selama sudah enam kali pertemuan. "Namun, ini semacam kelompok belajar saja," kelit GB di hadapan penyidik. Setelah didesak, GB mengakui kelompok belajar dimaksud memang menggunakan nama FKIP UMM.

Kapolres Pamekasan AKBP Tomsi Tohir melalui Kasatreskrim AKP M. Kholil membenarkan laporan pengaduan dari FKIP UMM. Menurut Kholil, laporan tersebut masih didalami tim penyidik untuk diketahui kebenarannya.

"Pemeriksaan terhadap para pihak masih dilakukan. Ini penting untuk mengungkap lebih jauh mengenai dugaan tindak pidana yang diduga dilakukan terlapor," katanya di mapolres kemarin pukul 14.00.

Karena itu, pihaknya belum menetapkan tersangka pada kasus tersebut. "GB masih berstatus sebagai terlapor. Sedangkan SW terperiksa karena ini masih penyelidikan. Kami perlu meminta keterangan para pihak lainnya," terang mantan Kapolsek Camplong, Sampang, ini.

Bagaimana hasil pemeriksaan sementara terhadap para pihak? Dijelaskan, PBM yang diduga mengatasnamakan FKIP UMM itu bermula dari pertemuan GB dengan seorang warga Mojokerto yang mengaku sebagai pengajar di FKIP UMM.

"Saat itu, GB bertemu di terminal dan langsung berbicara soal kemungkinan penyelenggaraan kelas jauh di Pamekasan. GB menyatakan siap merekrut dan mengoordinasi pelaksanaan perkualiahan," paparnya.

Setelah pertemuan itu, GB dan warga yang mengaku pengajar FKIP UMM itu intens bertemu. "Terkadang GB ke Mojokerto. Kadang warga Mojokerto itu yang datang ke Pamekasan. Itu berlanjut hingga penerimaan mahasiswa baru," ungkap Kholil.

Pada penerimaan mahasiswa baru yang digelar menjelang akhir 2007, tak kurang dari 85 mahasiswa direkrut. Mereka diminta membayar uang pangkal sebesar Rp 380 ribu dan membayar SPP kurang lebih Rp 800 ribu.

"Namun, semua data ini masih sementara. Bisa saja terus berkembang dengan adanya laporan mahasiswa yang diduga menjadi korban, misalnya," tandasnya.

Jika nantinya dalam penyidikan terbukti melakukan tindak pidana berupa penyimpangan atas sistem pendidikan nasional, GB bisa dijerat dengan UU No. 52/2001. Ancaman pidananya sampai 10 tahun penjara dan denda ratusan juta rupiah. Selain itu, GB juga bisa terkena dugaan penipuan sebagaimana pasal 378 KUHP. (zid/mat)

Sumber: Jawa Pos, Senin, 14 Apr 2008

0 Comments:

Post a Comment

<< Home