Wilayah Sumenep Susut

Dari 50 Ribu Meter2 Jadi 9.300 Meter2

Sumenep - Kasus perebutan batas wilayah antara Kabupaten Sumenep dengan Provinsi Jawa Timur, tampaknya, menjadi pelajaran berharga bagi legislatif maupun eksekutif. Sengketa Blok Maleo antara Sumenep dan provinsi itu memacu anggota dewan dan eksekutif untuk menelorkan peraturan daerah (perda) tentang batas wilayah.

Sejumlah anggota dewan mengusulkan agar pemkab memiliki perda yang mengatur tentang batas wilayah kabupaten ujung timur Madura itu. Sebab, dari data peta Kabupaten Sumenep di Bakorsultanal, luas wilayah kabupaten dengan banyak pulau ini berkurang.

Jika sebelumnya luas wilayah laut Kabupaten Sumenep sebesar 50 ribu meter2, namun di saat ini luas wilayahnya hanya 9.300 meter2. Hal ini diungkapkan anggota DPRD Sumenep, Malik Effendi, kepada koran ini setelah beberapa waktu lalu mendatangi Bakorsultanal di Jakarta.

"Tanggal 14 Juni 2007 lalu saya ke Bakorsultanal. Ternyata di peta itu (wilayah Kabupaten Sumenep) hanya 9.300 m2. Saya protes ke Bakosurtanal. Kita punya lex generalis UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU 33/2005 tentang Perimbangan Keuangan," katanya.

Seharusnya, kata politisi PAN ini, luas 9.300 m2 itu bukan batas wilayah, tapi zona ekonomi ekslusif (ZEE) Sumenep. Sedangkan zona teritorialnya 50 ribu m2. "Ini sesuai dengan UU. Batas wilayah itu merupakan batas wilayah dari pulau terluar," tandasnya.

Jika Sumenep mengikuti peta Bakorsultanal, maka wilayah di dalam wilayah kabupaten akan ada wilayah provinsi dan nasional. "Jadi, akan bolong-bolong. Misalnya, jarak dari Sumenep ke Kangean saja, maka di tengahnya ada wilayah provinsi dan nasional. Apalagi ke Masalembu," tukasnya.

Padahal, sambungnya, wilayah teritorial itu masuk perairan Sumenep dan dilayani transportasi kabupaten. Sehingga, dampaknya luar biasa, akan terjadi social shock bagi masyarakat ketika daerahnya bukan lagi milik Sumenep. Hal itu juga berdampak dalam sektor ekonomi masyarakata.

Menurut Malik, jika batas teritorial tidak segera di selesaikan, akan banyak dampak negatif yang akan menimpa Sumenep. Diantaranya perolehan APBD, karena salah satu variabel dalam perolehan APBD adalah 15 persen dari luas laut.

Selain itu, masuknya sejumlah wilayah Sumenep ke wilayah lain akan berdampak terhadap ekonomi yang sangat luar biasa bagi masyarakat. Termasuk akan menimbulkan kepanikan sosial setelah masyarakat tahu bahwa daerahnya tidak masuk wilayah Sumenep.

Untuk itu, tegas Malik, salah satu upaya yang harus dilakukan dewan adalah pembentukan peraturan daerah tentang penentuan batas-batas teritorial Sumenep. Bahkan, jika perlu, dalam penyusunan perda nanti melibatkan tim ahli.

"Jadi harus ada peraturan daerah. Insya Allah, kita akan membentuk pokja (kelompok kerja) di DPRD. Dengan perda itu, maka bisa mengubah peta Sumenep, karena yang digunakan azas legalitas hukumnya," terangnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Sumenep, Moh. Dahlan, juga punya pemikiran yang sama. Dia juga berharap, ada ketentuan batas wilayah yang merupakan tindak lanjut dari ketentuan perundang-undangan, termasuk peraturan pemerintah (PP). "Ini kewajiban dari daerah untuk menjelaskan aturan itu. Jangankan daerah, negara saja batas daerah ditandai dengan patok," paparnya.

Sehingga, sambungnya, batas wilayah daerah maupun negara tidak jelas. "Ketika terjadi perebutan wilayah, baru kemudian membahas batas wilayah. Jadi, sekarang mari kita berpikir," katanya.

Wabup mengharapkan, batas wilayah Kabupaten Sumenep ditetapkan dalam ketentuan yang mengikat dan ada dasar hukumnya. Menurut dia, pembentukan perda itu tidak terlambat. "Saya kira tidak terlambat. Ayo kita benahi batas wilayah kita," tandasnya. (zr)

Selasa, 19 Juni 2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home