Permendagri 8/2007 Cacat Hukum

Ukur Ulang Posisi Blok Maleo
Sumenep, Jawa Pos - Kekecewaan atas munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2007 yang langsung menyatakan sumur migas Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk wilayah Provinsi Jatim, juga dilontarkan anggota DPR RI asal Madura, MH Said Abdullah. Bahkan, politisi asal PDI Perjuangan ini menilai, Permendagri 8/2007 adalah produk yang cacat hukum. "Ada sebuah proses yang tidak dilalui atas keluarnya permendagri ini," ujarnya, kemarin.


Dalam diktumnya, Permendagri 8/2007 tidak mencantumkan pertimbangan teknis dari Departemen Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM). Padahal, Departemen ESDM merupakan lembaga resmi pemerintah yang mengurusi minyak dan gas bumi (migas). "Sumenep juga tidak diajak secara partisipatif dalam proses pengukuran posisi Blok Maleo yang diklaim masuk wilayah Provinsi Jatim," tandasnya melalui telepon genggam.


Said mendesak Depdagri (Dirjen Pemerintahan Umum, Red) melakukan pengukuran ulang batas wilayah Sumenep sebagai kabupaten kepulauan dengan melibatkan Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). "Berdasarkan peta wilayah yang saya ketahui dan pelajari, Blok Maleo itu berada di wilayah 3.1 mil. Jadi, Depdagri seharusnya melakukan ukur ulang bersama Bakorsutanal," desaknya.


Apalagi, ada contoh penetapan batas wilayah yang ditetapkan Depdagri ternyata bermasalah. Yakni, lokasi pengeboran minyak di Kabupaten Ogan Komering (Sumatra Selatan) dan Kabupaten Breu (Kalimantan Timur). "Sebelumnya, titik pengeboran minyak itu ditetapkan oleh Depdagri sebagai milik provinsi. Tapi setelah dilakukan survei faktual di lapangan, justru menunjukkan masih berada di wilayah kabupaten," sergahnya.


Permendagri 8/2007 yang muncul secara tiba-tiba dan menetapkan Blok Maleo di Perairan Gili Genting masuk Provinsi Jatim, menurut wakil ketua Komisi VIII DPR RI ini, sangat aneh dan cenderung ada sesuatu yang pantas dikhawatirkan. "Permendagri 8/2007 harus dicabut. Kita harus segera dan bersama-sama memperjuangkan untuk mengembalikan Blok Maleo yang memang milik Sumenep ke tangan yang benar," tandasnya.


Jika Permendagri 8/2007 dibiarkan begitu saja alias tidak segera dicabut, masyarakat Sumenep akan selamanya menjadi penonton di rumah sendiri yang sangat dirugikan dalam sudut pandang mana pun, utamanya ekonomi. "Untuk menghindari hal-hal tak diinginkan, saya berharap DPRD segera menggagas peraturan daerah tentang daerah kepulauan. Bukan lagi Sumenep sebagai daerah daratan yang punya kepulauan," pungkas Said.


Sedang anggota Komisi B DPRD Sumenep, Syaiful Bahri, mengatakan, saat rapat bersama dengan Asisten Pembangunan dan Ekonomi Setkab Sumenep Djasmo, Kepala Bappeda Soengkono Sidik, dan Kepala Kantor ESDM Moh, Fadhillah beberapa waktu lalu, pihaknya sepakat menolak Permendagri 8/2007. "Kita akan melakukan perlawanan pada permendagri itu. Kita juga kaget kok Blok Maleo tiba-tiba masuk Provinsi Jatim," terangnya.


Selain itu, pihaknya akan melakukan koordinasi dengan DPR RI untuk mempertanyakan sekaligus bentuk perlawanan atas pada Permendagri 8/2007 "Jujur saja, kita juga emosi melihat fakta yang tercantum dalam permendagri itu. Blok Maleo itu masuk wilayah kita (Sumenep, Red), tepatnya di Perairan Gili Genting, Kecamatan Gili Genting," tanas politisi PKB ini melalui telepon genggamnya. (yat)


Sumber: Jawa Pos, 03/06/2007

0 Comments:

Post a Comment

<< Home