Wapres: Jangan Ada Karaoke di Madura

Istighosah itu dihadiri Gubernur Jatim Soekarwo, Muspida Jatim, Pimpinan PWNU Jatim, serta ulama se Madura. “Tentunya kita berterima kasih kepada semua penggagas, yang mengerjakan, mendorong, merencanakan. Khususnya kepada Bapak Moh. Noer yang mencetuskan ide Jembatan Suramadu,” kata JK.

Wapres juga mengingatkan, pembangunan jembatan ada dampak positif dan negatifnya. “Ada hal negatif apabila tidak diatur dengan baik. Saya percaya warga Madura, Bupati Bangkalan, Gubernur Jawa Timur akan mengatur sebaik-baiknya,” ujarnya. “Nantinya wilayah Madura akan menampung industri. Tapi, jangan ada hiburan malam, karaoke, dan sejenisnya di Madura. Kultur masyarakat Madura yang agamis tidak boleh hilang, meski nantinya Bangkalan menjadi daerah industri,” pesan JK.

Itu bisa dilakukan, menurut Wapres, bila pembangunan di Madura melibatkan ulama, pimpinan masyarakat, dan DPRD agar menghasilkan Perda yang sesuai dengan masyarakat Madura yang agamis. Wapres juga mengatakan perlunya peningkatan kualitas SDM di Madura dengan memperbaiki mutu pendidikan dan mengadakan pelatihan-pelatihan. “Bupati dan Gubernur harus merancang itu sebelum ada industri di Madura. Agar industri di sini dapat memberikan lapangan kerja sebesar-besarnya untuk masyarakat Madura sendiri. Bila masyarakat Madura banyak yang terpelajar, tentu nantinya akan mengisi pembangunan di masa akan datang,” ujarnya.

Lebih jauh Wapres menegaskan Madura tidak perlu menjadi sebuah provinsi dan lepas

dari Jawa Timur, karena itu hanya membuat pemborosan anggaran. “Tidak usahlah Madura ikut-ikutan menjadi provinsi, karena hanya menghabiskan anggaran negara saja," katanya.

Ia menjelaskan, jika Madura menjadi provinsi, maka harus mengangkat seorang gubernur dan DPRD. Itu anggarannya tidak sedikit. Untuk membayar gaji mereka setiap bulan, butuh dana yang besar. “Lebih baik dana yang besar itu dialokasikan pada kepentingan yang lain, seperti untuk kesehatan dan pendidikan masyarakat Madura,” tuturnya.

Menjadi sebuah provinsi, kata Wapres, tidak begitu penting karena saat ini Indonesia memakai sistem otonomi daerah (Otoda). Yang mengelola suatu daerah adalah bupati, bukan gubernur. “Saya rasa Jatim tidak seperti provinsi lain yang ingin berpecah-pecah. Provinsi Jatim ini solid dan perpecahan itu tidak perlu terjadi,” katanya. (KASIONO)

Sumber: Surabaya Post, Sabtu, 20 Juni 2009

Labels: ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home