Trauma, Mahasiswa Tetap Tolak Nuklir
PAMEKASAN-Sekitar 100 aktivis FAM (Front Aksi Mahasiswa) Unira, menolak realisasi rencana PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) di Madura. Bila dipaksakan, mahasiwa kawatir Madura akan seperti Chernobyl pada tahun 1986 yang mengakibatkan penduduknya sengsara akibat semburan reaktor nuklir.
Pantauan koran ini, iring-iringan aktivis ini hanya berputar-putar di sekitar kampus Unira di JL Raya Panglegur. Mereka, di bawah komando korlap aksi Ra Imam Kayumanis, mengutuk kapitalisme yang hanya mengedepankan uang daripada hajat hidup orang banyak.
Madura, kata Ra Imam, diproyeksikan sebagai daerah yang seolah-olah pas bila digerakkan dengan generator nuklir. Padahal, nuklir pada kasus Chernobyl, tak lebih sebagai perbudakan. "Hanya satu kata, tolak nuklir," teriak Ra Imam sambil mengepalkan tangan ke udara.
Aksi damai FAM ini, menyita perhatian civitas kampus Unira. Ini, bukan saja karena poster yang diacungkan aktivis dengan tegas menolak realisasi PLTN di Madura. Tetapi, aktivis juga menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan khusuk dan khidmat. Bahkan, korlap aksi juga melagukan Darah Juang yang seringkali dinyakikan aktivis gerakan mahasiswa dan parlemen jalanan di acara unjuk rasa.
Selain itu, aktivis menundukkan kepala kepada arwah pahlawan dan mendiang almarhum ratusan ribu warga yang diduga telah menjadi korban rektor nuklir yang bocor di Chernobyl 20 tahun lalu.
Seperti umumnya unjuk rasa, setiap mahasiswa bergantian berorasi. Kemarin, mahasiswa di lingkaran Unira satu persatu menyampaikan aspirasinya yang merasa keberatan dengan tengara dibangunnya PLTN di Madura. Sambil mengacungkan poster, mahasiswa berkeringat memekikkan kata-kata perlawanan terhadap nuklir yang diakuinya telah melahirkan trauma berkepenjangan. "Kami, warga Madura tak ingin mati karena nuklir," pekik salah seorang aktivis.
Begitu tiba di gedung rektorat Unira, aktivis FAM menghentikan lajunya. Di depan kantor rektorat, mahasiswa kembali mengacungkan beberapa poster. Diantaranya, Tolak nuklir, Bebaskan Madura dari bahaya, Kami rindu ketengan, Jangan eksploitasi Madura, dan beberapa sanduk mengecam kengerian nuklir. Aktivis ini, sengaja mengambil momentum penolakan terhadap nuklir bersamaan waktunya dengan kehadiran pejabat BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) Maurits Tobing yang menjadi salah satu nara sumber di seminar nasional bertajuk Memandang masa depan dan industrialisasi Madura di kampus Unira kemarin.
Di ujung aksi penolakan terhadap nuklir, aktivis meminta BATAN menghentikan sosialisasi nuklir di Madura. Alasannya, nuklir dengan alasan apapun, tidak saja menteror secara fisik. Tetapi, secara psikis, masyarakat terganggu mendengar kata nuklir. Apalagi, melihat nuklir ada di sekitar warga.
Pasalnya, aktivis mahasiswa menilai lagu perih Chernobyl yang diduga menewaskan ratusan ribu warga, hingga kini belum berakhir eksesnya. Sebelum bubar, mereka kembali berdoa dilanjutkan membakar poster penolakan pada nuklir yang mereka bawa. (abe)
Sumber: Jawa Pos, 07 Des 2006
0 Comments:
Post a Comment
<< Home